Page 41 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 41
28 Gubernur Pertama di Indonesia
menjadi bagian dari Republik yang demokratis; sementara Luat
Siregar meminta kedaulatan rakyat dan demokrasi sudah seharusnya
berlaku secara cepat dan efektif di kalangan kerajaan Sumatera
Timur.
Sementara itu, para pemuda mulai merambah perkebunan
karet, sawit dan tembakau di berbagai keresidenan. Pihak pengelola
Jepang telah meninggalkan perkebunan sejak Desember dan
menyerahkan tanggung jawab kepada pihak Republikan yaitu Dewan
Perkebunan di Medan. Pada masa perang, karet dan sawit
merupakan aset yang bernilai tinggi namun tanpa pengawalan dari
siapa pun. Pihak laskar atau pasukan pemuda kemudian mengambil
kontrol terhadap aset itu. Salah satu pihak yang mengambil pasokan
karet untuk memperoleh keuntungan adalah Mahruzar yang
bertindak mewakili TKR dengan persetujuan Gubernur Mohammad
Hasan. Pada Desember, ia merundingkan penjualan 6.000 ton karet
di Singapura dan sebagai balasan ia memperoleh pasokan senjata
dari Thailand. Kontrol terhadap perkebunan, perdagangan di dalam
dan luar negeri, serta status keamanan dan pertahanan tidak menjadi
urusan pemerintah, melainkan menjadi urusan TKR, Pesindo, dan
laskar Sabilillah. Hal itu membuat pihak kerajaan menjadi semakin
tidak relevan di tengah masa peralihan kekuasaan.
Mengetahui nasib para uleebalang di Pidie, pihak kesultanan
kemudian meminta perlindungan kepada pemerintah Republik.
Pertemuan lanjutan diadakan pada 3 Februari yang dihadiri oleh
seluruh sultan di Sumatera Timur kecuali dari Serdang. Dalam
pertemuan itu, para sultan menyatakan keberpihakannya terhadap
Presiden dan pemerintahan nasional serta akan ikut serta
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Gubernur Mohammad
Hasan memanfaatkan pertemuan itu untuk membujuk para sultan
menerima sistem demokrasi. Ia menambahkan, pemerintahan
Republik tidak akan menghapuskan struktur kerajaan. Dalam tatanan
pemerintahan baru yang demokratis, peranan politik para sultan
adalah sebagai pimpinan utama wilayah masing-masing, yang