Page 19 - Pedoman-Evaluasi-Mutu-Gizi-dan-Non-Gizi-Pangan
P. 19
Kemudian densitas optiknya diukur dengan
spektrofotometer pada Panjang gelombang 435 nm.
7) Kemudian ditambahkan satu tetes fenolftalein ke dalam
tabung B, kemudian NaOH tetes demi tetes hingga timbul
warna merah. Setelah itu, ditambahkan 2 mL larutan
Na2CO3 1 M; pH 8,5; dan 50 µL metil kloroformiat.
Campuran segera diaduk secara perlahan (dalam ruang
asam, metil kloroformiat bersifat iritan terhadap mata).
8) Setelah 10 menit, tambahkan 0,75 mL HCl 12 N,
kemudian campuran diekstraksi tiga kali dengan 5 mL
dietil eter. Selanjutnya volume tabung B ditepatkan
menjadi 10 mL dengan menambahkan akuades.
Kemudian densitas optiknya diukur pada panjang
gelombang 435 nm.
9) Perbedaan densitas optik larutan A dan B adalah
densitas optik epsilon-DNP-lisin. Nilai ini dibandingkan
dengan densitas optik larutan standar epsilon-DNP-lisin-
HCl dalam HCl 8,1 N. Kadar lisin tersedia dihitung dalam
satuan g/100 g protein (berat kering).
b) Metode (TNBS)1
a. Prinsip
Protein sampel direaksikan dengan trinitrobenzensulfonat
(TNBS). Protein yang telah mengalami trinitrofenilasi tersebut
kemudian dihidrolisis dengan asam. Selanjutnya
senyawa-senyawa selain epsilon-trinitrofenil-lisin dipisahkan
dengan cara ekstraksi menggunakan etil eter. Kemudian
densitas optik larutan diukur menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 346 nm. Kadar lisin tersedia
(epsilon-TNP-lisin) dihitung dengan menggunakan nilai
-1
-1
absorptivitas molar sebesar 1,46x10 M cm .
4
10