Page 33 - Pedoman-Evaluasi-Mutu-Gizi-dan-Non-Gizi-Pangan
P. 33
menggunakan kalorimetri pemindaian diferensial (differential
scanning calorimetry), resonansi magnetik inti proton (H-nuclear
magnetic resonance), spektroskopi inframerah dekat (near infrared
spectroscopy), dan inframerah transformasi fourier (fourier transform
infra red). Meskipun banyak metode yang telah dikembangkan, Wijs
merupakan metode standar dan sangat luas digunakan.
Prinsip metode Wijs adalah penambahan larutan iodin
monoklorida dalam campuran asam asetat dan karbon tetraklorida
ke dalam sejumlah sampel yang akan diuji. Setelah waktu standar
untuk reaksi, penentuan dari halogen yang berlebih dengan
penambahan larutan kalium iodida dan iodin yang dibebaskan,
selanjutnya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat yang telah
distandardisasi. Larutan wijs terdiri dari larutan 16 g iod monoklorida
dalam 1000 mL asam asetat glasial yang harus disimpan di tempat
yang gelap, sejuk, dan tertutup rapat karena larutan bersifat sangat
peka terhadap cahaya. Sedangkan pada metode Hanus
menggunakan iodin dalam asetat glasial, namun mengandung
iodium bromide (IBr) sebagai pemacu reaksi. Larutan tersebut
kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Titik akhir titrasi
ditandai dengan hilangnya warna biru dari amilum.
2.2 Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah salah satu parameter terpenting
untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak akibat
proses oksidasi. Hal ini dikarenakan minyak atau lemak adalah ester
dari asam-asam lemak dan gliserol. Ikatan rangkap diantara asam
lemak yang membentuk ester pada minyak akan menghasilkan
minyak tidak jenuh sehingga mudah mengalami kerusakan dengan
adanya oksidasi. Proses oksidasi yang dimaksud adalah ketika
asam lemak tidak jenuh mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
dan membentuk hidroperoksida atau yang dikenal sebagai
24