Page 63 - Pedoman-Evaluasi-Mutu-Gizi-dan-Non-Gizi-Pangan
P. 63
berbeda serta sensitivitas detektor yang digunakan. Detektor yang
biasa digunakan untuk analisis vitamin D adalah detektor UV atau
spektrometri massa (SM). Sampel dihomogenisasi dan dicampur
dengan larutan standar yang mengandung isotop berlabel dan
kemudian disaponifikasi menggunakan campuran etanol dan kalium
hidroksida. Prosedur dilanjutkan dengan ekstraksi menggunakan
pelarut n-heptana. Ekstrak kemudian dibersihkan menggunakan
kolom ekstraksi fase padat (Solid Phase Extraction). Eluen (cairan
pelarut) yang dihasilkan kemudian diuapkan hingga kering sebelum
dilarutkan kembali dalam metanol dan dianalisis menggunakan
KCKT/KCKU dengan kolom C18.
Nilai vitamin D diperoleh secara relatif terhadap konsentrasi
standar yang digunakan. Total vitamin D diperoleh dari jumlah
vitamin D2 dan D3 dan dinyatakan dalam satuan µg. Kebutuhan
konsumsi harian akan vitamin D dapat juga dinyatakan sebagai
International Unit (IU) per hari, di mana 1 IU setara dengan 25 µg
vitamin D dan 40 IU adalah setara dengan 1 µg vitamin D.
1.3 Vitamin E
Terdapat beberapa jenis vitamin E yang terdapat dalam sampel
pangan, dengan mayoritas berasal dari grup tokoferol seperti α, β, γ,
δ-tokoferol, dan grup tokotrienol seperti α-tokotrienol. Prinsip analisis
vitamin E mirip dengan analisis vitamin A (retinol), sampel harus
disaponifikasi terlebih dahulu sebelum diekstrak dan dianalisis
dengan sistem kromatografi cair. Sampel pangan melalui tahapan
saponifikasi terlebih dahulu sebelum diekstrasi dengan heksana dan
diinjeksi ke sistem KCKT dengan fase normal yang dihubungkan
dengan detektor fluoresensi. Vitamin E dideteksi pada panjang
gelombang eksitasi 290 nm dan panjang gelombang emisi 330 nm.
Pada sampel padat berbasis lemak seperti margarin, ekstrak
harus dipastikan telah bersih dari air dengan cara menambahkan
54