Page 33 - Sufisme-Dalam-Tafsir-Nawawi-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 33
S u f i s m e D a l a m T a f s i r N a w a w i | 32
jâ’iz bagi-Nya. Karena bila seorang berkeyakinan rusak dan tidak
mengetahui tauhid yang benar maka seluruh amal ibadah yang ia
lakukannya menjadi sia-sia belaka. Setelah mempelajari ilmu tauhid,
baru kemudian dilanjutkan dengan mempelajari perkara-perkara
yang diwajibkan dan perkara-perkara yang diharamkan dalam
syari’at. Karena perkara-perkara yang diwajibkan tidak akan
dilakukan kecuali oleh orang benar-benar telah mengetahui hakekat
kewajiban-kewajiban itu sendiri. Demikian pula perkara yang
diharamkan tidak akan dihindari kecuali oleh seorang yang benar-
benar telah mengetahui perkara-perkara yang diharamkan itu
sendiri, dan mengetahui bagaimana cara menghindarinya, dan cara
bertaubat darinya. Di antara kewajiban yang harus dipelajari dalam
bagian ini seperti bersuci, shalat, puasa, dan lainnya, termasuk
mempelajari kewajiban-kewajiban hati (A’mâl al-Qalb) seperti
ikhlash, menghindari riya’, sombong, iri, dengki, ingin dipuji orang
lain dan lainnya.
Kedua; karena ilmu yang bermanfa’at itu dapat melahirkan
rasa takut kepada Allah. Perasaan takut ini kemudian akan
melahirkan sikap taat kepada Allah dengan melakukan setiap
perintah-Nya dan menghindari berbagai perbuatan maksiat kepada-
Nya. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah:
ِِ ِ ِ
َِّ
) 28 :رطاف( ءامَ لعْ لا هدابع نم َّ للَّا ىشيَ انَّإ
َ َْ َ
ُ َ ُ
َ ْ َ
“Sesungguhnya yang benar-benar takut kepada Allah adalah para ulama”.
(QS. Fathir: 28)

