Page 156 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 156
Krisis moneter yang dihadapi pemerintah ialah defisit anggaran belanja pada
tahun 1952 sebanyak 3 miliar rupiah, ditambah dengan sisa defisit anggaran
tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. 74
Ketidakstabilan dibidang politik sejak fase demokrasi liberal, turut serta
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sejak kabinet pertama
Natsir sudah ada usaha pemerintah pusat untuk mengatasi kehancuran ekonomi.
Yang dipercayakan kepada Sumitro Djojohadikusomo untuk meningkatkan
perekonomian rakyat terutama di Jawa, dengan memberikan kredit bagi
usaha-usaha dalam bidang perdagangan dan industri. Selain itu masyarakat
umum pun diberi kesempatan untuk mengembangkan swadaya melalui sistem
perkoperasian.
75
Upaya seperti ini terus dikembangkan sampai masa kabinet Sukiman,
dimana usaha yang telah ada ditambah dengan pembentukan biro perancang
negara yang berturut-turut dipimpin oleh Sumitro, Djuanda, dan Ali Budiardjo.
Badan ini berhasil menyusun rencana pembangunan. Untuk melaksanakan
rencana ini dibentuklah kementerian baru dengan nama Kementerian
Perencanaan Negara, dengan menteri yang ditunjuk ialah Djuanda. Akan tetapi
garis-garis besar rancangan pembangunan lima tahun (1956-1960) itu gagal,
terutama karena kebijaksanaan kabinet Ali I. Kabinet ini terlalu memperhatikan
politik luar negeri, seperti misalnya penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika
tanpa diimbangi pembangunan dalam negeri. 76
Kegagalan pembangunan ekonomi sangat dirasakan oleh berbagai lapisan
dan golongan dalam masyarakat. Salah satu golongan yang merasakan kesulitan
akibat masalah ini adalah para prajurit. Tindakan-tindakan pemerintah dalam
masalah ekonomi, seperti menyalahgunakan sumber devisa, pemberian izin
istimewa kepada anggota partai penyokongnya, serta birokrasi perizinan yang
sangat berbeli-belit itu, menghambat para pedagang. Kalangan pimpinan
pasukan diberbagai wilayah pun kesal, karena alokasi keuangan bagi operasi-
operasi militer serta kesejahteraan prajurit tidak terlaksana secara normal. Oleh
karena itu mereka mencari cara sendiri dalam menghimpun dana. Cara yang
ditempuh antara lain mengekpor sendiri hasil produksi pertanian lokal tanpa
74 Ibid.., h. 333
75 Sair, Op.Cit. h. 17
76 Ibid, h. 17
Sejarah Nasional Indonesia VI 152