Page 158 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 158
akibat yang amat penting. Seperti mengakibatkan terhentinya transportasi
antarpulau. Disamping itu produksi perkebunan dan pertambangan mengalami
kemerosotan yang cepat. Produk-produk ekspor di beberapa daerah mulai
tertumpuk karena kurangnya pengangkutan lokal. Antara tahun 1957 dan
1958, volume ekspor mengalami penurunan sampai 50%. Total volume ekspor,
termasuk perdagangan barter, pada tahun 1957 merupakan yang paling rendah
sejak tahun 1950. Misalnya, produksi karet yang sebelumnya menghasilkan
hampir 20% devisa asing turun menjadi ± 13% pada tahun 1957. 80
Selain itu, pemberontakan daerah di Sumatera dan Sulawesi serta operasi
militer untuk menumpasnya menjadi beban ekonomi tambahan. Selama
ini, daerah luar Jawa merupakan penghasil pendapatan ekspor terbesar.
Penumpasan pemberontakan tersebut sangat meningkatkan pengeluaran
militer, dari kurang lebih 18 miliar rupiah pada tahun 1956 menjadi ± 30 miliar
rupiah pada tahun 1958. Defisit yang semakin besar dalam anggaran belanja
pemerintah ini menyebabkan meningkatnya persediaan uang sebagai akibat
pemerintah mencetak uang dalam jumlah yang lebih besar yang kemudian
mengakibatkan meningkatnya tingkat inflasi. 81
Sementara itu pemulihan ekspor Indonesia berlangsung lambat. Minyak
adalah penghasill devisa terbesar kedua setelah karet. Memang ada peningkatan
dari produksi minyak, tetapi sebagian dari peningkatan ini hanya mampu
memenuhi konsumsi di dalam negeri. Lambanya pemulihan ekonomi dan
perluasan lapangan kerja, telah membawa ke arah penurunan sektor ekonomi
di segala bidang. Maka tidak mengherankan bahwa inflasi dari masa perang
dan revolusi terus berlanjut. Biaya hidup meningkat sekitar 100% selama tahun
1950-1957. 82
Ketidakstabilan politik dalam negeri menyebabkan kabinet terlalu sering
berganti. Hal ini pula menyebabkan program-program kabinet yang telah
direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sedangan program baru mulai dirancang
yang berimbas pula pada permasalahan dan ketidakstabilan ekonomi. 83
80 Ibid., hh. 265-266
81 Ibid., hh. 265-266
82 Alian Sair. Op. cit. h. 19
83 Sudirman. Op.cit. h. 377
Sejarah Nasional Indonesia VI 154