Page 379 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 379
Akhirnya, pada 8 Januari 1963 ia menolak gagasan Malaysia dan tak
lama kemudian Menteri Luar Negeri Subandrio mengumumkan konfrontasi
terhadap Malaysia. Tindakan ini dilanjutkan oleh Jenderal Nasution dengan cara
mengirimkan tentaranya untuk menyebrangi perbatasan Serawak. Pada April
1963, mulailah terdengar berita mengenai bentrokan tentara Inggris dengan
tentara Indonesia (Evantino, 2009:39).
3 Konfrontasi Indonesia
Terhadap Malaysia
Pada April 1963, Sukarno dihadapan konferensi wartawan Asia Afrika di
Jakarta menjawab ancaman Tengku Abdurahman yang menuduh Indonesia
sebagai dalang kerusuhan di Kalimantan Utara dengan mengatakan: “Perjuangan
rakyat Serawak, Brunai, dan Sabah, adalah bagian dari perjuangan negara-negara
‘the new emerging forces’ yang membenci penghisapan manusia oleh manusia
(Anwar,2006:5).
Jepang telah melihat bahwa proses pembentukan Federasi Malaysia sudah
menjurus pada kecurigaan Indonesia sebagai proyek neokolonialisme Inggris,
maka pada 31 Mei sampai 1 Juni 1963, Tokyo menyediakan tempat pertemuan
antara Presiden Sukarno dan Perdana Menteri Tengku Abdul Rahman, untuk
mengusahakan pendekatan. Tujuannya ialah untuk menghilangkan kecurigaan
mengenai rencana pembentukan Federasi Malaysia, yang terdiri dari Federasi
Malaya sebagai induknya digabungkan dengan singapura dan tiga wilayah di
Kalimantan Utara (Evantino, 2009:41).
Pertemuan di Tokyo menyepakati sebuah prinsip, yaitu tetap memelihara
semangat perjanjian persahabatan Indonesia-Malaysia 1959. Untuk merumuskan
lebih lanjut pertemuan di Tokyo, diadakan lagi pertemuan para Menteri Luar
Negeri tiga negara yaitu: Indonesia, Malaya, dan Filipina, di Manila dari 7
sampai 11 Juni 1963. Dalam pertemuan ini, Indonesia dan Filipina menyatakan
tidak keberatan dibentuknya Federasi Malaysia, asal hal itu dilakukan atas dasar
hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat di wilayah-wilayah yang hendak
digabungkan, dan ditentukan oleh otoritas yang bebas dan tidak berpihak, yaitu
Sekretaris Jenderal PBB (Evantino, 2009:42).
Sejarah Nasional Indonesia VI 375