Page 387 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 387

Gambar 10.5 Suasana Sidang Komando Operasi Tertinggi (Koti) beberapa hari sebelum operasi
               Dwikora di Istana Merdeka pada tanggal 19 Juli 1963. Sumber: Buku 30 Tahun Indonesia
                                               Merdeka.

                  Pada akhir Desember 1963, Indonesia merekrut 31 orang dari Serawak,
            Malaysia datang ke Sanggau Ledo. Mereka para pemimpin PGRS (Pasukan Gerilya
            Rakyat  Serawak)  yang  kemudian  mendapat  pelatihan  di  Indonesia.  Setelah

            dilatih di Indonesia, mereka dikembalikan ke Serawak. Selain itu sebagian dari
            mereka masuk ke hutan dan mengikuti berbagai operasi yang dilakukan Tentara
            (Evantino, 2009:51)
                  Semasa konfrontasi  dengan Malaysia, banyak tentara Indonesia

            diterjunkan secara langsung ke Semenanjung Malaya. Untuk wilayah Kalimantan
            Utara, operasi lebih banyak dilakukan melalui jalur darat (Evantino, 2009:52).
            Sungai Kapuas menjadi urat nadi mobilisasi pasukan. Pelabuhan Pontianak dulu
            bernama Pelabuhan Dwikora, menjadi pendaratan pasukan dari Jawa. Setelah

            itu, perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri Sungai Kapuas menuju perbatasan
            Malaysia di bagian barat. Dalam berbagai pertempuran, tentara Malaysia lebih
            banyak  berada di  barisan  belakang menjaga perbatasan.  Tentara yang lebih
            sering berhadapan  dengan tentara Indonesia  adalah  tentara Gurkha. Gurkha

            adalah pasukan bayaran yang dipakai Inggris sejak Perang Dunia kedua. Mereka
            orang tangguh dan biasa hidup dipegunungan Himalaya (Evantino, 2009:52).
                  Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung
            Malaya. Pada Mei dibentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengkoordinir

            kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini kemudian


                                                  Sejarah Nasional Indonesia VI            383
   382   383   384   385   386   387   388   389   390   391   392