Page 231 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 231
Abad XVII dapat dilihat sebagai Suci itu tidak memiliki wewenang memberikan semua kehormatan kepada laki-laki yang bisa diterima,kata naskah
zaman peletakan landasan dari tradisi keagamaan untuk melakukannya. Sultan, meskipun orang lain mungkin dari awal abad XVII ini, perempuan
hubungan penguasa dan ulama di mempunyai andil juga. boleh dipilih sebagai ratu, sebab “Allah
kerajaan-kerajaan maritim Melayu. Pada Setelah menceritakan berbagai tak menginginkan adanya fitnah bagi
masa persaingan politik dan ekonomi kemenangan Iskandar Muda, Bustanus- Sejarawan mungkin bisa menceritakan hambaNya”.
tentang terlibatnya Aceh dalam suasana
Salatin (Taman Raja-raja), menyatakan
yang tajam di perairan Indonesia bahwa : kebudayaan India Islam dan bahwa
barat ini, para ulama, yang mungkin banyak simbol kerajaan dengan jelas Tetapi dengan begini, periode penguasa
berdatangan dari wilayah lain dunia “Dialah (Sultan Iskandar Muda) yang menunjukkan pengaruh budaya istana yang relatif lemah dalam sistem yang
Islam, tidak hanya menjadi penasehat membuat masjid Baitur-Rahman dan Mughal, seperti yang ditunjukkan memerlukan raja yang otoriter, tetapi
atau bahkan pemberi legitimasi bagi beberapa masjid pada tiap-tiap manzil oleh Brakel, tetapi dalam kesadaran adil, pun bermula pula.Secara berturut-
26
turut dari tahun 1641 sampai 1699 Aceh
para penguasa, tetapi juga perantara (negeri), ialah yang mengeraskan sejarah Aceh zaman Iskandar Muda 28
dengan dunia luar. Di bawah bimbingan agama Islam dan menyuruhkan rakyat adalah periode konsolidasi Aceh sebagai diperintah oleh empat sultanah. Dalam
spiritual para ulama, para penguasa sembahyang lima waktu dan puasa “serambi Mekah”. Pada masa itu pulalah situasi bukan saja daerah kekuasaan
Aceh kembali ke perbatasan semula,
dari pusat-pusat perdagangan maritim Ramadhan dan puasa Sunnat dan diktum sakti “Hukum dan adat adalah ketika Sultan Iskandar Muda naik tahta,
melihat diri mereka sebagai bagian dari mengenyahkan sekalian mereka itu ibarat kuku dan daging” dirumuskan. politik Aceh sangat pula ditentukan oleh
dunia kosmopolitan Islam. Persaingan minum arak dan berjudi. 24 Dengan kata lain, “definisi kultural” perimbangan kekuatan dari para Orang
dan kompetisi politik mungkin tidak Itulah “zaman keemasan Aceh”, tentang Aceh dinukilkan dalam periode Kaya. Tetapi, sementara itu,kedudukan
akan pernah berakhir, tetapi dunia sebagaimana dilukiskan Nuruddin ar- ini. Definisi kultural inilah yang melihat ulama sebagai pengesah dan
kebudayaan merupakan sesuatu yang Raniri, ulama yang paling berpengaruh Islam sebagai landasan kebudayaan pembimbing raja, tetap bertahan. Hal
dapat mereka pakai bersama. Karena itu, di istana Sultan Iskandar Thani (1636– dan struktural politik dan yang ini bahkan “disahkan” dalam Adat Aceh,
dapat dipahami bahwa Aceh, Malaka, 1641), menantu dan pengganti maharaja menempatkan Sultan sebagai pusat pusat yang mungkin bisa dianggap sebagai
Minangkabau dan sebagainya mencari Iskandar Muda. Snouck Hurgronje kekuasaan dan simbol negara. Dalam risalah mengenai “ideologi Aceh” dari
hubungan dunia mereka masing- mungkin benar ketika menyatakan pemikiran ini ulama adalah pengesah abad XVIII. 29
masing dengan tokoh sejarah, yang bahwa yang disebut “zaman keemasan” kekuasaan dan perumus realitas.
27
telah menjadi mitos di Dunia Timur, Aceh hanya ada dalam dunia dongeng. Tetapi kematian Iskandar Thani Ulama adalah ulama, betapapun besar
Iskandar Zulkarnaen, raja “Makadunia”, Tetapi di samping berbagai keberhasilan tanpa meninggalkan pewaris laki-laki pengaruhnya. Usaha menjadikan ulama
kata Sejarah Melayu. Tidak aneh juga bila politik dan ekonomi, kutipan di atas membuka kesempatan bagi para Orang sebagai bagian dari struktur kekuasaan
25
kesultanan Sulu melacak asal usulnya dengan jelas menunjuk pada suatu Kaya, yaitu elit politik dan ekonomi hanya berakhir dengan hilangnya
ke Minangkabau dan ke Palembang. aspek dalam tradisi politik Aceh—raja yang saling bersaing untuk memilih keulamaan. Ialah umpamanya yang
Atau raja Banten minta pengesahan gelar adalah pemegang monopoli inisiatif. ratu sebagai penguasa baru—sesuatu terjadi dengan mukim, yang semula
“sultan “ke Mekah—suatu langkah yang Nuruddin ar-Raniri, ulama kepercayaan yang secara hipotetis dibicarakan merupakan komunitas yang berpusat
kemudian diikuti oleh raja Mataram— dari pengganti Iskandar Muda, oleh Tajus-Salatin kini dihadapi dalam pada masjid, sesuai dengan Mazhab
meskipun mungkin penguasa di Tanah tidak pernah ragu sedikit pun untuk realitas. Kalau tidak ada ahli waris Syafei, kepala mukim mengalami
218 Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik 219