Page 235 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 235

dijuluki Tuanta Samalaka, atau “guru   dari raja, pranata ini, yang tidak hanya   sendiri, sedangkan di Malaka, Patani   “dunia Islam”. Dalam proses itu maka
 yang diberkati”. Sanak saudara serta   terdapat di kerajaan Gowa-Tallo tetapi   dan Gowa-Tallo proses itu berlangsung   makna dan signifikan unsur- unsur itu,
 para pengikutnya mendapat perlakuan   juga di wilayah Bugis ini tidak hanya   setelah negara-negara itu relatif telah   bila bukan substansinya, mengalami
 istimewa dari raja.  Dengan tindakan   dimaksudkan untuk mengamankan   mantap, tetapi keduanya menunjukkan   proses “Islamisasi”. Dan, memang
 37
 ini raja tidak hanya bermaksud untuk   setiap pertentangan yang mungkin   bahwa dalam cara yang berbeda, suatu   pencarian ke arah bentuk ortodoksi
 menghormati anggota keluarganya,   timbul dari dua sumber nilai itu (adat   kecenderungan ke arah pembentukan   yang sesuai adalah salah satu corak
 tetapi lebih dari itu untuk memperkuat   dan agama), tetapi juga, tampaknya,   tradisi yang bercorak integratif. Inilah   dinamika tradisi integrasi ini. Sebagai
 ikatan antara istananya dengan tokoh   untuk menciptakan aturan-aturan sosial   tradisi dalam mana Islam mengalami   konsep sejarah, tradisi integrasi selalu
 suci. Barangkali lebih dari itu. Dalam   yang tidak boleh bertentangan dengan   proses ortogenetik atau pempribumian   terkena oleh arus gerakan untuk
 diri Syekh Jusuf, raja telah menemukan   ajaran agama yang diajukan oleh parewa   secara konseptual dan struktural. Secara   mencapai ortodoksi skriptural Islam.
 kebanggaan Gowa yang telah dihina   sara’. Akhirnya, pada abad ke XVIII,   ideologis Islam menjadi bagian yang   Dengan begini seleksi terhadap unsur-
 oleh Speelman (1669). Dengan demikian   Sulawesi Selatan, yang mengalami   tak terpisahkan dari sistem kebudayaan   unsur yang telah diterima itu selalu
 konsep kebudayaan panngadereng, telah   proses Islamisasi melalui pengislamart   secara keseluruhan. Islam dipandang   pula terjadi. Tema utama dari dinamika
 terwujudkan, sekalipun hanya secara   istana abad XVII, menghasilkan juga   sebagai landasan masyarakat budaya   tradisi integrasi tidak lain daripada
 simbolis.  kitab pegangan ideologis bagi penguasa,   dan kehidupan pribadi. Dalam tradisi   proses seleksi dan akomodasi unsur-
 yang kini telah digambarkan sebagai   integratif ini Islam merupakan unsur   unsur baru yang terus menerus ini.
 Sebelum kedatangan Islam, menurut   khalifatullah, yaitu Kitab Budi Istirakat   yang dominan dalam komunitas   Tidak jarang proses ini berlangsung
 lontara Latoa,  hanya terdapat empat   Indra Bustamil, yang tampaknya   kognitif yang baru maupun dalam   melalui pertentangan internal dalam
 38
 (unsur) yang mengawasi negara.   m’erupakan saduran dari Tajus-Salatin.    paradigma politik, yang dipakai sebagai   masyarakat. Dari perspektif ini, maka
 39
 Keempatnya adalah ade (“yang   Jadi setelah dua abad menganut Islam,   pengukuran tentang apa yang bisa   “revolusi sosial” yang dilancarkan La
 mengawasi rakyat”), rappang (“yang   akhirnya tradisi Islam Bugis-Makassar   dianggap wajar dan yang bukan.  Maddaremmeng, usaha Nuruddin
 memperkuat negara”), wari (“yang   menjadikan diirinya menjadi bagian dari   ar-Raniri untuk menyerang ajarah
 memperkuat ikatan keluarga”), bicara   Islam “dunia Melayu”. 40  Dalam proses pembentukan tradisi   wujudiyah Hamzah Fansuri dan
 (“yang mengawasi perbuatan sewenang-  ini secara bertahap terjadi pula   Syamsuddin As-Sumatrani di Aceh
 wenang”). Sekarang ke dalam empat   Pengalaman historis masyarakat Aceh   marginalisasi paham dan unsur   abad XVII, atau gerakan Padri di
 unsur panngadereng itu ditambah   dan Bugis-Makassar hanyalah contoh   budaya lama. Mungkin sejarawan   Minangkabau abad XIX,  memiliki
                                                                          41
 sara (kewajiban agama). Dari sudut   dari pembentukan tradisi tertentu,   dan antropolog dapat melihat bahwa   kemiripan mendasar—semuanya
 kepranataan sosial penambahan unsur   yang mulai mengambil bentuk setelah   berbagai unsur budaya yang masih   ditujukan untuk mencapai tatanan
 baru itu tercermin pada pengangkatan   masuknya Islam ke dalam unsur-  fungsional adalah kelanjutan dari zaman   masyarakat dan pandangan dunia yang
 parewa sara (pejabat agama) sebagai   unsur sosial dan kebudayaan yang   pra-Islam dalam tradisi integrasi ini.   d’anggap sesuai dengan doktrin agama.
 pendamping dari parewa ade (pejabat   sudah ada. Walaupun proses Islamisasi   Tetapi sisa-sisa pra-Islam sebenarnya
 adat). Dalam konsep panngadereng kedua   Aceh-Darussalam, pewaris Samudera-  telah dijadikan sebagai bagian dari   Namun demikian, unsur-unsur
 jabatan ini mempunyai kedudukan yang   Pasai, Sulu dan Maguindanao tidak   apa yang dianggap, dalam tahap   kebudayaan tidak dapat begitu saja
 sama. Dengan pengawasan langsung   terpisah dari pembentukan negara   perkembangan sejarah, sebagai bagian   dihilangkan, bahkan tidak oleh waktu.



 222  Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   223
   230   231   232   233   234   235   236   237   238   239   240