Page 240 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 240
Amangkurat I, lebih senang membasmi Mataram) dengan jelas menunjukkan merupakan bagian dari mata-rantai budaya tradisi dialog ini adalah suatu
semua bangsawan lokal, termasuk bahwa kraton pusat memperlakukan guru-dan-murid, yang bercorak suasana yang memungkinkan salah
keluarga dekatnya. 53 wilayah priester-vorstendommen ini hanya internasional, sebagai cultural broker, satu pihak bisa menganggap yang lain
sebagai kraton kecil yang bisa menjadi pialang budaya. Dalam suasana ini sebagai penantang. Atau kalau genealogi
57
Salah satu kadipaten yang paling penantang kraton pusat. Persekutuan pesantren melanjutkan peranannya mitologis dapat dipakai, tradisi ini
penting yang ditundukkan oleh Trunajaya, pangeran dari Madura, sebagai lembaga pesaing bagi kraton, adalah pula suasana dialog antara sayap
Sultan Agung dan dimusnahkan dengan mertuanya, penguasa Kajoran, yang menjadi pusat dan simbol kiri dan kanan—kraton dan pesantren.
oleh Amangkurat I adalah Giri, yang sebuah “kadipaten orang-orang saleh”,
penguasanya dijuluki “Paus” dalam untuk melawan Amangkurat I dari kekuasaan. Dalam proses ini muncullah Spesialis dari satu aspek dalam tradisi
catatan Belanda pada awal abad XVII. Mataram (1670), yang pada tahun 1646 suatu tipe tradisi tertentu. Bila di tempat- yang bersisi dua itu dapat dianggap
Penghancuran wilayah pandita-ratu ini, telah membunuh ribuan ulama dan tempat lain secara bertahap tradisi sebagai counter elite bagi yang lain.
yang menjadi pusat Islamisasi wilayah keluarga mereka, menunjukkan bahwa integrasi, dengan Islam sebagai inti dari Bila dilihat dari perspektif geografis
56
timur Nusantara, merupakan salah satu terpisahnya kraton dari pesantren telah mitos peneguh semakin memperlihatkan daerah pesisir bisa dianggap sebagai
puncak dari proses pemisahan antara membawa kraton-kraton kecil masuk ke bentuknya, maka di Jawa suatu tradisi alternatif bagi gaya hidup kraton,
dunia pesantren dan dunia kraton. dalam sistem politik poli-kraton. dialog akhirnya tampil ke permukaan. maka dari sudut sejarah, tradisi dialog
Tampaknya pandita- ratu tradisional Walaupun “tradisi dialog” harus dapat dilihat sebagai suatu proses
dan berlanjutnya lembaga perdikan Penghancuran dinasti-dinasti ulama pertama-tama dilihat sebagai “hasil” yang dinamikanya sangat ditentukan
atau “tanah bebas” merupakan faktor yang berkuasa tidak menghapuskan dari pertemuan dan akomodasi oleh pergantian ritme “gempur” dan
54
utama dari situasi konflik dalam sistem pesantren sebagai pusat pengajaran budaya yang berlangsung selama “akur” (atau rout and rally), jika sekali-
politik poli- kraton di Jawa. Sunan agama. Tetapi bertahannya pesantren proses Islamisasi, yang mengakibatkan kali gaya Toynbee boleh sekali-sekali
Gunung Jati dari Cirebon, Sunan Giri, juga mempunyai fungsi-fungsi politik hancurnya kerajaan Ciwa-Budhis dan dipakai. Artinya ada saat-saat ketika
Sunan Kudus dan yang lain bukanlah yang lain. Pesantren menjadi tempat munculnya pusat-pusat politik Islam kedua belahan tradisi itu “bertengkar”,
sekadar ulama dalam arti sempit— pengasingan bagi para bangsawan dan kraton pusat yang telah diislamkan tetapi ada pula saatnya mereka “mesra”.
guru agama atau mubaligh yang selalu yang kecewa. Tak ubahnya dengan namun tradisi ini adalah arena di mana Tetapi dari segi legitimasi politik
keliling—tetapi adalah pula penguasa pasar, pesantren, sebagai pusat pengertian kontinuitas dan dorongan kraton dan kontinuitas budaya, paham
di kadipaten masing-masing. Dengan pengajaran agama universal, mempunyai ke arah perubahan sosial- budaya legalistik Islam dan perubahan budaya,
55
kata lain, mereka adalah dari kepala kecenderungan kosmopolitan. Namun harus menemukan lapangan bersama. yang digerakkan oleh pesantren tetap
dari kraton kecil masing-masing. Jadi, karena secara implisit juga merupakan Secara antropologis hal ini mungkin merupakan problematik. Situasi konflik
jika ditinjau dari sudut tradisi Jawa lembaga penyebar agama, maka bisa dilihat sebagai ranah tempat unsur hanyalah satu aspek dari tradisi. Tradisi
yang poli-kratonik mereka adalah pesantren harus melunakkan sikap abangan harus menghadapi penetrasi ini juga mencita-citakan hubungan yang
pula penantang potensial dari kraton kosmopolitannya agar sesuai dengan yang terus-menerus dari pemikiran serasi antara dua varian dari dunia
58
pusat. Gerakan militer Sunan Agung situasi setempat. Dalam hal inilah yang diajukan oleh unsur santri, politik dan budaya yang sama itu.
melawan kadipaten-kadipaten pesisir bisa dilihat peranaan pesantren, yang penganut pandangan dunia pesantren. Inilah tradisi yang tidak pernah alpa
(kecuali Cirebon, yarig dihormati dipimpin oleh para kiai yang kerapkali Sedangkan dari perspektif politik dan dalam mengusahakan hubungan yang
228 Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik 229