Page 238 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 238

yang diakui sebagai “Khalifah Allah di   ideologis kekuasaan ialah sebagaimana                      harus pula dijaga. Konsep kekuasaan    tiga pranata sosial utama yang telah
            bumi”, memang tidak dimungkinkan        yang dijadikan Islam. Dalam pengakuan                       yang lama, sebagai sesuatu yang jatuh   mendukung Demak dan kadipaten-
            oleh sistem untuk menjadi tiran, karena   ini terlebih segala pengetahuan dan                       pada orang yang terpilih, harus tetap   kadipaten pesisir lain. Ketiganya adalah
            adanya lembaga Ruma bicara (yang        kesadaraii historis, bahkan juga ingatan-                   berlaku. Konsep kekuasaan ini memberi   kraton, sebagai pusat kekuasaan, pasar
            terdiri atas datu yang berpengaruh,     kolektif, akan fakta Islam adalah agama                     dasar yang sah bagi penguasa kraton    atau pusat perdagangan dan pesantren,
            putra mahkota dan pembesar-pembesar     yang datang dari luar, ke dalam kultural                    pusat yang baru dan menjadi landasan   sebagai pusat keagamaan.  Dalam
                                                                                                                                                                              52
            kerajaan lain), namun wibawa politiknya   ideologis. Meskipun secara struktural                     ideologis bagi monopoli kekuasaan.     proses memantapkan dirinya sebagai
            bukan tak jarang digugah oleh datu-     kekuasaan dibedakan antara yang                             Penguasa mungkin bukan orang yang      pemegang hegemoni politik yang baru
            datu, para aristokrat daerah.           menguasai “adat” dan “agama”, namun                         turun dari Iangit, seperti para turunan   ini Mataram, suatu kerajaan agraris,
                                                    keduanya terintegrasi pada “daulat”                         to manurung di Sulawesi Selatan, tetapi ia   secara mil iter menundukkan pusat-
            Setiap kali prerogatif Sultan dalam     sang raja, yang merupakan amirul                            adalah seseorang yang kejatuhan cahaya,   pusat perdagangan yang dinamis di
            politik dan ekonomi dianggap telah      mukminin.                                                   teja dan wahyu cakraningrat. Dengan ini   pesisir. Satu per satu pusat perdagangan
            berlebihan oleh datu atau dirasakan telah                                                           ia telah ditakdirkan menjadi pusat alam   pesisir yang penting dikalahkan.
            melampaui apa yang dimungkinkan oleh    Corak tradisi yang berbeda berkembang                       semesta dan sumber kekuasaan. Dalam    Terjadi pada saat VOC telah memiliki
            tartib, ketentuan tradisional, maka ia   di Jawa. Penaklukan kraton-pusat oleh                      kerangka pemikiran inilah pilihan      kepentingan dagang dan politik di Jawa,
            akan selalu menghadapi gugatan, tetapi   kraton kecil yang terletak di pinggiran                    gelar susuhunan—gelar yang biasanya    kemenangan militer ini tidak hanya
            gugatan tersebut tak pernah diarahkan   pusat kekuasaan yaitu Majapahit                             digunakan oleh wali atau pemimpin      berarti hilangnya pesaing yang potensial
            pada “kekeramatan lembaga kesultanan”.   dikalahkan Demak—dalam sistem                              agama—oleh raja Mataram (1624),
            Inilah kata Majul, “kesadaran umat Islam   politik yang konsentris mengharuskan                     yang dalam sejarah dikenal sebagai     terhadap kraton pusat, Mataram, tetapi
                                                                                                                                                       juga terputusnya hubungan ekonomi
            yang cenderung merasakan perlunya       kraton pusat yang baru untuk                                Sultan Agung, dan perolehan gelar      internasional Jawa. Dan VOC pun
            seseorang Sultan”. Kalau demikian       menghadapi masalah Iegitimasi politik                       sultannya setelah ia “mengislamkan”
            memang dapat pula dipahami bahwa tak    dan memelihara kontinuitas. Tanpa                           sejumlah lembaga sosial, seperti       berusaha mencegah agar Jawa tidak
                                                                                                                                                       dapat mengembalikan peranannya
            pernah terjadi seorang datu menantang   klaim legitimasi dan kontinuitas, kraton                    perkawinan, dapat dipahami. Ia bukan
            kedudukan sultan sebagai pemimpin       pusat yang baru akan hanya dapat                            hanya penguasa dunianya, tetapi juga   sebagai pusat dagang yang penting.
            tertinggi agama. Memang bukan saja      bergantung kepada kekuatan militer                          panatagama, pelindung dan pengatur     Mataram dengan penuh kecurigaan
                           49
            durhaka terhadap daulat adalah sesuatu   dan ekonominya. Tetapi hal ini sama                        agama. 51                              mengawasi segala bentuk kebangkitan
            yang terkutuk dalam pemikiran politik   saja artinya dengan menjadi kraton kecil                                                           politik dan perdagangan yang mungkin
            tradisional dunia Melayu, tetapi juga   yang lebih kuat, bukannya kraton pusat                      Tradisi Jawa makin memperlihatkan      terjadi di kadipaten-kadipaten pesisir itu.
            kenyataan bahwa seluruh negeri tidak    yang baru. Karena itu tidak hanya mitos                     wujudnya setelah hegemoni politik Jawa   Amangkurat I (1645- 1677), pengganti
            mempunyai raja adalah situasi yang tak   politik yang harus diberi tempat dalam                     bergeser dari pesisir—dari Demak ke    Sultan Agung, menutup semua
            bisa dibayangkan dalam tradisi ini. 50  situasi yang berubah, tetapi pengaturan                     pedalaman. Mula-mula ke Pajang dan     pelabuhan ketika ia melihat kegiatan
                                                    struktural yang lama harus pula sedapat                     akhirnya ke Mataram. Akibat penting    dagang dimulai kembali. Tidak seperti
            Begitulah, tradisi integrasi bertolak dari   mungkin dipertahankan, dan gaya                        dari berpindahnya pusat kekuasaan      Sultan Agung yang cukup puas dengan
            pengakuan kultural bahwa landasan       hidup sosial dan budaya ancien regime                       ke pedalaman ialah terpisahnya         pengakuan formal atas kekuasaannya,



         226    Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik                                                                                           Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   227
   233   234   235   236   237   238   239   240   241   242   243