Page 234 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 234
dijuluki Tuanta Samalaka, atau “guru dari raja, pranata ini, yang tidak hanya sendiri, sedangkan di Malaka, Patani “dunia Islam”. Dalam proses itu maka
yang diberkati”. Sanak saudara serta terdapat di kerajaan Gowa-Tallo tetapi dan Gowa-Tallo proses itu berlangsung makna dan signifikan unsur- unsur itu,
para pengikutnya mendapat perlakuan juga di wilayah Bugis ini tidak hanya setelah negara-negara itu relatif telah bila bukan substansinya, mengalami
istimewa dari raja. Dengan tindakan dimaksudkan untuk mengamankan mantap, tetapi keduanya menunjukkan proses “Islamisasi”. Dan, memang
37
ini raja tidak hanya bermaksud untuk setiap pertentangan yang mungkin bahwa dalam cara yang berbeda, suatu pencarian ke arah bentuk ortodoksi
menghormati anggota keluarganya, timbul dari dua sumber nilai itu (adat kecenderungan ke arah pembentukan yang sesuai adalah salah satu corak
tetapi lebih dari itu untuk memperkuat dan agama), tetapi juga, tampaknya, tradisi yang bercorak integratif. Inilah dinamika tradisi integrasi ini. Sebagai
ikatan antara istananya dengan tokoh untuk menciptakan aturan-aturan sosial tradisi dalam mana Islam mengalami konsep sejarah, tradisi integrasi selalu
suci. Barangkali lebih dari itu. Dalam yang tidak boleh bertentangan dengan proses ortogenetik atau pempribumian terkena oleh arus gerakan untuk
diri Syekh Jusuf, raja telah menemukan ajaran agama yang diajukan oleh parewa secara konseptual dan struktural. Secara mencapai ortodoksi skriptural Islam.
kebanggaan Gowa yang telah dihina sara’. Akhirnya, pada abad ke XVIII, ideologis Islam menjadi bagian yang Dengan begini seleksi terhadap unsur-
oleh Speelman (1669). Dengan demikian Sulawesi Selatan, yang mengalami tak terpisahkan dari sistem kebudayaan unsur yang telah diterima itu selalu
konsep kebudayaan panngadereng, telah proses Islamisasi melalui pengislamart secara keseluruhan. Islam dipandang pula terjadi. Tema utama dari dinamika
terwujudkan, sekalipun hanya secara istana abad XVII, menghasilkan juga sebagai landasan masyarakat budaya tradisi integrasi tidak lain daripada
simbolis. kitab pegangan ideologis bagi penguasa, dan kehidupan pribadi. Dalam tradisi proses seleksi dan akomodasi unsur-
yang kini telah digambarkan sebagai integratif ini Islam merupakan unsur unsur baru yang terus menerus ini.
Sebelum kedatangan Islam, menurut khalifatullah, yaitu Kitab Budi Istirakat yang dominan dalam komunitas Tidak jarang proses ini berlangsung
lontara Latoa, hanya terdapat empat Indra Bustamil, yang tampaknya kognitif yang baru maupun dalam melalui pertentangan internal dalam
38
(unsur) yang mengawasi negara. m’erupakan saduran dari Tajus-Salatin. paradigma politik, yang dipakai sebagai masyarakat. Dari perspektif ini, maka
39
Keempatnya adalah ade (“yang Jadi setelah dua abad menganut Islam, pengukuran tentang apa yang bisa “revolusi sosial” yang dilancarkan La
mengawasi rakyat”), rappang (“yang akhirnya tradisi Islam Bugis-Makassar dianggap wajar dan yang bukan. Maddaremmeng, usaha Nuruddin
memperkuat negara”), wari (“yang menjadikan diirinya menjadi bagian dari ar-Raniri untuk menyerang ajarah
memperkuat ikatan keluarga”), bicara Islam “dunia Melayu”. 40 Dalam proses pembentukan tradisi wujudiyah Hamzah Fansuri dan
(“yang mengawasi perbuatan sewenang- ini secara bertahap terjadi pula Syamsuddin As-Sumatrani di Aceh
wenang”). Sekarang ke dalam empat Pengalaman historis masyarakat Aceh marginalisasi paham dan unsur abad XVII, atau gerakan Padri di
unsur panngadereng itu ditambah dan Bugis-Makassar hanyalah contoh budaya lama. Mungkin sejarawan Minangkabau abad XIX, memiliki
41
sara (kewajiban agama). Dari sudut dari pembentukan tradisi tertentu, dan antropolog dapat melihat bahwa kemiripan mendasar—semuanya
kepranataan sosial penambahan unsur yang mulai mengambil bentuk setelah berbagai unsur budaya yang masih ditujukan untuk mencapai tatanan
baru itu tercermin pada pengangkatan masuknya Islam ke dalam unsur- fungsional adalah kelanjutan dari zaman masyarakat dan pandangan dunia yang
parewa sara (pejabat agama) sebagai unsur sosial dan kebudayaan yang pra-Islam dalam tradisi integrasi ini. d’anggap sesuai dengan doktrin agama.
pendamping dari parewa ade (pejabat sudah ada. Walaupun proses Islamisasi Tetapi sisa-sisa pra-Islam sebenarnya
adat). Dalam konsep panngadereng kedua Aceh-Darussalam, pewaris Samudera- telah dijadikan sebagai bagian dari Namun demikian, unsur-unsur
jabatan ini mempunyai kedudukan yang Pasai, Sulu dan Maguindanao tidak apa yang dianggap, dalam tahap kebudayaan tidak dapat begitu saja
sama. Dengan pengawasan langsung terpisah dari pembentukan negara perkembangan sejarah, sebagai bagian dihilangkan, bahkan tidak oleh waktu.
222 Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik 223