Page 239 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 239

yang diakui sebagai “Khalifah Allah di   ideologis kekuasaan ialah sebagaimana   harus pula dijaga. Konsep kekuasaan   tiga pranata sosial utama yang telah
 bumi”, memang tidak dimungkinkan   yang dijadikan Islam. Dalam pengakuan   yang lama, sebagai sesuatu yang jatuh   mendukung Demak dan kadipaten-
 oleh sistem untuk menjadi tiran, karena   ini terlebih segala pengetahuan dan   pada orang yang terpilih, harus tetap   kadipaten pesisir lain. Ketiganya adalah
 adanya lembaga Ruma bicara (yang   kesadaraii historis, bahkan juga ingatan-  berlaku. Konsep kekuasaan ini memberi   kraton, sebagai pusat kekuasaan, pasar
 terdiri atas datu yang berpengaruh,   kolektif, akan fakta Islam adalah agama   dasar yang sah bagi penguasa kraton   atau pusat perdagangan dan pesantren,
 putra mahkota dan pembesar-pembesar   yang datang dari luar, ke dalam kultural   pusat yang baru dan menjadi landasan   sebagai pusat keagamaan.  Dalam
                                                                           52
 kerajaan lain), namun wibawa politiknya   ideologis. Meskipun secara struktural   ideologis bagi monopoli kekuasaan.   proses memantapkan dirinya sebagai
 bukan tak jarang digugah oleh datu-  kekuasaan dibedakan antara yang   Penguasa mungkin bukan orang yang   pemegang hegemoni politik yang baru
 datu, para aristokrat daerah.  menguasai “adat” dan “agama”, namun   turun dari Iangit, seperti para turunan   ini Mataram, suatu kerajaan agraris,
 keduanya terintegrasi pada “daulat”   to manurung di Sulawesi Selatan, tetapi ia   secara mil iter menundukkan pusat-
 Setiap kali prerogatif Sultan dalam   sang raja, yang merupakan amirul   adalah seseorang yang kejatuhan cahaya,   pusat perdagangan yang dinamis di
 politik dan ekonomi dianggap telah   mukminin.  teja dan wahyu cakraningrat. Dengan ini   pesisir. Satu per satu pusat perdagangan
 berlebihan oleh datu atau dirasakan telah   ia telah ditakdirkan menjadi pusat alam   pesisir yang penting dikalahkan.
 melampaui apa yang dimungkinkan oleh   Corak tradisi yang berbeda berkembang   semesta dan sumber kekuasaan. Dalam   Terjadi pada saat VOC telah memiliki
 tartib, ketentuan tradisional, maka ia   di Jawa. Penaklukan kraton-pusat oleh   kerangka pemikiran inilah pilihan   kepentingan dagang dan politik di Jawa,
 akan selalu menghadapi gugatan, tetapi   kraton kecil yang terletak di pinggiran   gelar susuhunan—gelar yang biasanya   kemenangan militer ini tidak hanya
 gugatan tersebut tak pernah diarahkan   pusat kekuasaan yaitu Majapahit   digunakan oleh wali atau pemimpin   berarti hilangnya pesaing yang potensial
 pada “kekeramatan lembaga kesultanan”.   dikalahkan Demak—dalam sistem   agama—oleh raja Mataram (1624),
 Inilah kata Majul, “kesadaran umat Islam   politik yang konsentris mengharuskan   yang dalam sejarah dikenal sebagai   terhadap kraton pusat, Mataram, tetapi
                                                    juga terputusnya hubungan ekonomi
 yang cenderung merasakan perlunya   kraton pusat yang baru untuk   Sultan Agung, dan perolehan gelar   internasional Jawa. Dan VOC pun
 seseorang Sultan”. Kalau demikian   menghadapi masalah Iegitimasi politik   sultannya setelah ia “mengislamkan”
 memang dapat pula dipahami bahwa tak   dan memelihara kontinuitas. Tanpa   sejumlah lembaga sosial, seperti   berusaha mencegah agar Jawa tidak
                                                    dapat mengembalikan peranannya
 pernah terjadi seorang datu menantang   klaim legitimasi dan kontinuitas, kraton   perkawinan, dapat dipahami. Ia bukan
 kedudukan sultan sebagai pemimpin   pusat yang baru akan hanya dapat   hanya penguasa dunianya, tetapi juga   sebagai pusat dagang yang penting.
 tertinggi agama. Memang bukan saja   bergantung kepada kekuatan militer   panatagama, pelindung dan pengatur   Mataram dengan penuh kecurigaan
 49
 durhaka terhadap daulat adalah sesuatu   dan ekonominya. Tetapi hal ini sama   agama. 51  mengawasi segala bentuk kebangkitan
 yang terkutuk dalam pemikiran politik   saja artinya dengan menjadi kraton kecil   politik dan perdagangan yang mungkin
 tradisional dunia Melayu, tetapi juga   yang lebih kuat, bukannya kraton pusat   Tradisi Jawa makin memperlihatkan   terjadi di kadipaten-kadipaten pesisir itu.
 kenyataan bahwa seluruh negeri tidak   yang baru. Karena itu tidak hanya mitos   wujudnya setelah hegemoni politik Jawa   Amangkurat I (1645- 1677), pengganti
 mempunyai raja adalah situasi yang tak   politik yang harus diberi tempat dalam   bergeser dari pesisir—dari Demak ke   Sultan Agung, menutup semua
 bisa dibayangkan dalam tradisi ini. 50  situasi yang berubah, tetapi pengaturan   pedalaman. Mula-mula ke Pajang dan   pelabuhan ketika ia melihat kegiatan
 struktural yang lama harus pula sedapat   akhirnya ke Mataram. Akibat penting   dagang dimulai kembali. Tidak seperti
 Begitulah, tradisi integrasi bertolak dari   mungkin dipertahankan, dan gaya   dari berpindahnya pusat kekuasaan   Sultan Agung yang cukup puas dengan
 pengakuan kultural bahwa landasan   hidup sosial dan budaya ancien regime   ke pedalaman ialah terpisahnya   pengakuan formal atas kekuasaannya,



 226  Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   227
   234   235   236   237   238   239   240   241   242   243   244