Page 241 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 241

Amangkurat I, lebih senang membasmi   Mataram) dengan jelas menunjukkan   merupakan bagian dari mata-rantai   budaya tradisi dialog ini adalah suatu
 semua bangsawan lokal, termasuk   bahwa kraton pusat memperlakukan   guru-dan-murid, yang bercorak   suasana yang memungkinkan salah
 keluarga dekatnya. 53  wilayah priester-vorstendommen ini hanya   internasional, sebagai cultural broker,   satu pihak bisa menganggap yang lain
 sebagai kraton kecil yang bisa menjadi   pialang budaya. Dalam suasana ini   sebagai penantang. Atau kalau genealogi
                           57
 Salah satu kadipaten yang paling   penantang kraton pusat. Persekutuan   pesantren melanjutkan peranannya   mitologis dapat dipakai, tradisi ini
 penting yang ditundukkan oleh   Trunajaya, pangeran dari Madura,   sebagai lembaga pesaing bagi kraton,   adalah pula suasana dialog antara sayap
 Sultan Agung dan dimusnahkan   dengan mertuanya, penguasa Kajoran,   yang menjadi pusat dan simbol   kiri dan kanan—kraton dan pesantren.
 oleh Amangkurat I adalah Giri, yang   sebuah “kadipaten orang-orang saleh”,
 penguasanya dijuluki “Paus” dalam   untuk melawan Amangkurat I dari   kekuasaan. Dalam proses ini muncullah   Spesialis dari satu aspek dalam tradisi
 catatan Belanda pada awal abad XVII.   Mataram (1670), yang pada tahun 1646   suatu tipe tradisi tertentu. Bila di tempat-  yang bersisi dua itu dapat dianggap
 Penghancuran wilayah pandita-ratu ini,   telah membunuh ribuan ulama dan   tempat lain secara bertahap tradisi   sebagai counter elite bagi yang lain.
 yang menjadi pusat Islamisasi wilayah   keluarga mereka,  menunjukkan bahwa   integrasi, dengan Islam sebagai inti dari   Bila dilihat dari perspektif geografis
 56
 timur Nusantara, merupakan salah satu   terpisahnya kraton dari pesantren telah   mitos peneguh semakin memperlihatkan   daerah pesisir bisa dianggap sebagai
 puncak dari proses pemisahan antara   membawa kraton-kraton kecil masuk ke   bentuknya, maka di Jawa suatu tradisi   alternatif bagi gaya hidup kraton,
 dunia pesantren dan dunia kraton.   dalam sistem politik poli-kraton.  dialog akhirnya tampil ke permukaan.   maka dari sudut sejarah, tradisi dialog
 Tampaknya pandita- ratu tradisional   Walaupun “tradisi dialog” harus   dapat dilihat sebagai suatu proses
 dan berlanjutnya lembaga perdikan   Penghancuran dinasti-dinasti ulama   pertama-tama dilihat sebagai “hasil”   yang dinamikanya sangat ditentukan
 atau “tanah bebas” merupakan faktor   yang berkuasa tidak menghapuskan   dari pertemuan dan akomodasi   oleh pergantian ritme “gempur” dan
 54
 utama dari situasi konflik dalam sistem   pesantren sebagai pusat pengajaran   budaya yang berlangsung selama   “akur” (atau rout and rally), jika sekali-
 politik poli- kraton di Jawa. Sunan   agama. Tetapi bertahannya pesantren   proses Islamisasi, yang mengakibatkan   kali gaya Toynbee boleh sekali-sekali
 Gunung Jati dari Cirebon, Sunan Giri,   juga mempunyai fungsi-fungsi politik   hancurnya kerajaan Ciwa-Budhis dan   dipakai. Artinya ada saat-saat ketika
 Sunan Kudus dan yang lain bukanlah   yang lain. Pesantren menjadi tempat   munculnya pusat-pusat politik Islam   kedua belahan tradisi itu “bertengkar”,
 sekadar ulama dalam arti sempit—  pengasingan bagi para bangsawan   dan kraton pusat yang telah diislamkan   tetapi ada pula saatnya mereka “mesra”.
 guru agama atau mubaligh yang selalu   yang kecewa. Tak ubahnya dengan   namun tradisi ini adalah arena di mana   Tetapi dari segi legitimasi politik
 keliling—tetapi adalah pula penguasa   pasar, pesantren, sebagai pusat   pengertian kontinuitas dan dorongan   kraton dan kontinuitas budaya, paham
 di kadipaten masing-masing.  Dengan   pengajaran agama universal, mempunyai   ke arah perubahan sosial- budaya   legalistik Islam dan perubahan budaya,
 55
 kata lain, mereka adalah dari kepala   kecenderungan kosmopolitan. Namun   harus menemukan lapangan bersama.   yang digerakkan oleh pesantren tetap
 dari kraton kecil masing-masing. Jadi,   karena secara implisit juga merupakan   Secara antropologis hal ini mungkin   merupakan problematik. Situasi konflik
 jika ditinjau dari sudut tradisi Jawa   lembaga penyebar agama, maka   bisa dilihat sebagai ranah tempat unsur   hanyalah satu aspek dari tradisi. Tradisi
 yang poli-kratonik mereka adalah   pesantren harus melunakkan sikap   abangan harus menghadapi penetrasi   ini juga mencita-citakan hubungan yang
 pula penantang potensial dari kraton   kosmopolitannya agar sesuai dengan   yang terus-menerus dari pemikiran   serasi antara dua varian dari dunia
                                         58
 pusat. Gerakan militer Sunan Agung   situasi setempat. Dalam hal inilah   yang diajukan oleh unsur santri,    politik dan budaya yang sama itu.
 melawan kadipaten-kadipaten pesisir   bisa dilihat peranaan pesantren, yang   penganut pandangan dunia pesantren.   Inilah tradisi yang tidak pernah alpa
 (kecuali Cirebon, yarig dihormati   dipimpin oleh para kiai yang kerapkali   Sedangkan dari perspektif politik dan   dalam mengusahakan hubungan yang



 228  Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   229
   236   237   238   239   240   241   242   243   244   245   246