Page 256 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 256

Aho segala kita umat nabi               Allah, neschaya diperolehnya nisbat                         ini telah terselesaikan, maka leburlah   dan “laut” telah mulai dibedakan,
            akan ma’rifat Allah yogya diketahui     daripada Allah dan dikenalnya jalan                         semuanya ke dalam keesaan. Hamzah      kemudian terwujud dalam jiwa yang
            karena ma’rifat itu pada sekalian wali   keesaannya dengan Allah S.W.T. seperti                     memang mistikus yang radikal. Dalam    telah dibeda-bedakan (manusia, hewan,
            mulianya terlalu sangat qaw 86          firman Allah Ta’ala: wa fi anfusikum                        kitabnya, Sharab al-Asyikin, ia juga   dan tumbuhan), untuk akhirnya, pada

            Apakah makna dari ma’rifat Allah        a fa la tubsiruna, artinya: Dalam                           menegaskan,”seperkara lagi seketika    tahap keempat dan kelima, menjadi
            itu sesungguhnya? Maka, salah satu      diri kamu jua, maka ngapa kamu tiada                        ia memandang di luar dirinya,barang    kenyataan natural dari alam. Tetapi
            perdebatan yang paling terkenal         melihat Dia 88                                              dilihatnya dirinya. Jika dilihatnya    kesemuanya itu adalah atas iradah Allah,
            dalam dunia mistik Islam pun tak        Tetapi inilah hal yang menjadi masalah.                     barang dipandangnya, dirinya juga      bukan terjadi begitu saja.
            terhindarkan. Inilah pula sebenarnya    Apakah dengan mengenal ilmu Allah                           dipandangnya, kerana, pada ahli hakikat   Dalam tulisan-tulisannya, Hamzah
            yang merupakan aspek-aspek esoterik     itu sesungguhnya “dikenalnya jalan                          alam dengan dirinya esa juga, tiada    dengan sadar membedakan para ulama
            dalam pemikiran sufi. Para sufi pun     keesaannya dengan Allah”? Atau,                             dua tiga. Apabila alam sekalian dengan   syariah, yang melihat apa yang pada
            lebih banyak memakai alegori dan        apakah situasi gnosis atau ma’rifat                         dirinya esa, nescaya barang dilihatnya,   pandangan luar kelihatan, dengan
                                                                                                                dirinya juga dilihatnya seperti sabda
            perumpamaan dalam menyatakan            adalah sesungguhnya tercapai                                                                       ahli suluk, yang mencari hakekat yang
            “ma’rifat Allah” Dalam, melukiskan      kesatuan wujud dengan Allah? Dalam                          Rasullullah s.a.w. ra’aitu rabbi biaini   sesungguhnya dari realitas. Ahli suluk
            corak hubungannya dengan Allah,         syair-syairnya Hamzah melukiskan                            rabbi, yakni kulihat Tuhanku dengan    adalah orang “yang tiada lupa akan
                                                                                                                                 90
            Hamzah bisa memakai “laut”  untuk       dirinya sebagai seorang “pengelana”                         rakhmat Tuhanku”  Bagi Hamzah          dirinya, karena sabda Rasullullah: Man
                                       87
            mengatakan suasana “persemayaman”       yang mencari Allah tanpa henti. Ia                          hubungan antara Tuhan dengan alam      a’rafa nafsahu faqad a‘rafa rabbahu, yakni
            tempat Allah dan dunia “bertemu” atau,   miskin, tetapi kaya dalam pencarian,                       adalah sebuah metafor belaka, sebab    barang siapa mengenal dirinya maka
            kadang-kadang melukiskan dirinya        Ia gelisah, tanpa henti “dengan nafsu                       hanya Tuhan yang betul-betul ada—alam   bahwasanya mengenal Tuhannya”. 92
            sebagai burung yang memerdekakan diri   diri lawan berperang”, tetapi akhirnya                      adalah pantulan dari keberadaanNya.    Dalam konteks inilah ia terutama
            dari ikatan keduniaan.                                                                              Tidak ubahnya seperti, “laut tiada
                                                    ia “sampailah kaya/pada kedua alam                          bercerai dengan ombaknya, ombak tiada   memperlihatkan pula betapa relatifnya
            Seperti telah disinggung di atas,       menjadi raja”. Karena itu, “Hamzah nin                      bercerai dengan laut.” 91              segala perbedaan realitas, jika semua
            Hamzah dan mistikus lain, bermula dari   jangan kau cahari Bangsanya bukan                                                                 telah dikembalikan kepada asalnya—
            patokan hadith yang menyatakan bahwa    insani Rupanya sungguh pun fani                             Dengan gambaran puitis, Hamzah         Zat yang tertinggi. Zat inilah yang
            mengenal diri sendiri adalah pangkal    Wasilnya da’im dengan haqqani 89                            membandingkan keberadaan esensi        mempunyai iradah dan kekuasaan untuk
            untuk mengenal Allah. Dalam salah satu   Meskipun wujud dirinya, sebagai                            Tuhan, dengan laut, yang tanpa batas,   mewujudkan segala realitas, dengan
            teks, yang. membahas syair Hamzah,                                                                  la ta’ayun, sebab, katanya “budi dan   “lain fayakun”—“terjadilah”, maka semua
            dikatakan bahwa,                        manusia hanyalah fana, tetapi ia                            bichara, ilmu dan ma’rifat kita tiada lulus   pun memisahkan diri. Dalam kosmogoni
                                                    sesungguhnya telah bersatu dalam                            padaNya”. Tetapi laut yang tanpa batas   Hamzah, pemisah diri itu dilakukan
            “Apabila dikenal dirinya, bahwa ia      situasi Haq yang abadi. Akhirnya                            ini mengaktualkan dirinya melalui lima   melalui perantaraan nur Muhammad.
            ma’lum Allah itu, maka ma’lum Allah     agama, din, menunjukkan adanya                              tingkat, yang bermula dari a’ayyun awal
            itu netiasa wasil dengan ilmu, dan ilmu   utang, yang harus dibayar dalam                           (terdiri atas ilmu, wujud, shuhud, dan nur)   Dalam konsep kesemestaan sebagai
            Allah itu netiasa wasil dengan wujud    kehidupan seorang “anak dagang”. Jika                       melalui nurMuhammad ketika “ombak”     pantulan dari Zat yang hakiki itu,



         244    Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik                                                                                           Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   245
   251   252   253   254   255   256   257   258   259   260   261