Page 260 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 260
ahadiyat dalam “martabat tujuh” yang di istana, atau boleh jadi juga semua terburu-buru meninggalkan Aceh. yang betul-betul bersifat serangan frontal
juga disebutnya sajaratul-yakin adalah ini adalah pantulan keterkejutannya Kedudukannya di istana, menurut terhadap golongan Syamsuddin, ialah
hakikat manusia yang disebut atma; melihat betapa ajaran esoteris telah sebuah laporan Belanda, digantikan oleh kitabnya, Tibyan fi ma’rifati al-adyan, yang
nur Muhammad yang merupakan sedemikian meluas di kalangan ulama Iain. 107 menurut al-Attas, ditulis antara tahun
martabat wahdat, yang terletak di bawah masyarakat yang tidak terlatih baik, 1641 dan 1644—“maka tatkala zahirlah
ahadiyat, adalah manawa. Dan begitulah dan mungkin juga hal ini adalah pula Dalam Hujjat as-Siddiq li-Daf’i az-Zindiq, qaum wujudiyah yang zindiq mulhid
ar-Raniri mengatakan bahwa ajaran
seterusnya. Mungkin pendapat yang contoh, seperti disinyalir Drewes, Hamzah termasuk golongan yang mulhid lagi sesat daripada murid Shamsu’I-Din
104
mengatakan bahwa Ranggawarsita, betapa perdebatan yang terjadi di dunia dan zindik, salah dan terkutuk. “Kata al-Sumatrani yang sesat... dan sifat’ul
seperti kakeknya (Yosodipuro I dan II), Islam lain (India) terpantul juga di bumi qulub 111
berusaha mempertemukan tradisi dan Nusantara. Tetapi sikap yang tidak wujudiyah yang mulhid bahwa wujud Serangan ar-Raniri terhadap ajaran
itu esa; ia itulah wujud Allah—maka
ilmu kejawen dengan unsur agama Islam toleran yang diperlihatkan ar-Raniri— alam itu Allah dan Allah itu alam— Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-
benar juga. 101 yaitu membakar buku-buku Hamzah
dan Syamsuddin serta mengejar para Inilah perkataan dan i’tiqad kafir yang Sumatrani tidak berhasil menghilangkan
Perkembangan ortodoksi tidaklah pengikut mereka—sampai menyebabkan nyata”. Ajaran ini juga disamakan ar- pengaruh pemikiran sufistik yang
menghapuskan ajaran ini. Seorang Mulla Ibrahim (dari Medina) menulis Raniri dengan ajaran Nasara, “katanya mereka wakili. Memang, inilah
ulama besar abad ke-19 di Patani, Syekh fatwa yang mencerca gaya keras yang Nabi Isa itulah Allah” Selanjutnya, juga salah satu aspek dalam sejarah
Abdul Kadir Abdul Rahim Patani, diperlihatkan ar-Raniri. Apalagi ia mengatakan, “maka barang siapa pemikiran keagamaan—keberhasilan
105
adalah contoh yang jelas. Meskipun perdebatan sesungguhnya tidak hendak menta’wilkan Allah itu alam corak pemikiran baru tidaklah berarti
dalam tulisannya ia membuat rujukan terjadi, karena ar-Raniri menyerang dan alam itu Allah... dan lagi katanya terkikisnya corak pemikiran lama. Tidak
kepada Nuruddin ar-Raniri, tetapi ia ajaran wujudiyah ketika Hamzah dan insan itu Allah... makasanya ialah jarang bahwa aliran pemikiran yang
menulis dalam suasana “martabat”. 102 Syamsuddin telah tiada. 106 mendustakan Haqq Ta’ala dan Rasulnya, “baru” lebih merupakan intermezzo
dan membenarkan i’tiqad Yahudi dan ketika “yang lama” belum sampai
Pada tahun 1637 Nuruddin ar-Raniri Sikap intoleran yang keras dan Nasara”. Wujudiyah yang benar, yang pada puncak perkembangannya. Dan,
103
108
mendarat di Aceh dan segera menjadi didampingi pula oleh ketergantungan muwahid, “bahwa wujud Allah itu esa pengaruh ar-Raniri dalam dunia
ulama kepercayaan Sultan Iskandar yang sangat kuat kepada kekuasaan jua, tiada terbilang dan berhad, tiada pemikiran Islam di Nusantara lebih
Thani (1636–1641). Dan, segera pula ia Sultan, ternyata bukanlah hal yang bersegala dan setengah, tiada berhimpun berarti setelah proses ortodoksi makin
menyerang ajaran sufistik yang telah menguntungkan bagi usaha gerakan dan bersuku-suku, tiada khas, dan amm, kuat. Menurut pengakuan Syekh Ismail
dikembangkan oleh Hamzah Fansuri ortodoksi yang dimulai ar-Raniri. Tak tiada jawhar dan jisim... serta demikian al-Banjari ia memakai kitab Sirat al-
dan Syamsuddin as-Sumatrani. Ia lama setelah sultan mangkat, maka ada dijadikannya segala perkara yang Mustaqim untuk menulis bukunya
menuduh ajaran mereka sebagai contoh serangan balik pun dijalankan oleh tersebut itu”. Kutukan yang Iebih tentang fiqh. Tetapi ini terjadi di akhir
109
dari wujudiyah dhalalah yang sesat “yang para ulama lain. Sedangkan Sultanah keras ditulis ar-Raniri dalam naskah abad Hampir dua dasawarsa telah
mulhid” dan “zindik”. Barangkali Tajul-alam (1641-1675) merasa tidak yang ditulisnya setelah ia kembali ke berTalu, setelah kepergian ar-Raniri
serangan gencar ar-Raniri adalah berkepentingan untuk membela India Al-Fath al-Mubin a’la al-Mulhidin yang tergesa-gesa, ketika Syekh Abdur
bagian dari usahanya berebut pengaruh ar-Raniri. Maka, ar-Raniri pun (1657 M/1068 H), tetapi karya ar-Raniri Rauf al-Singkili pulang kembali ke Aceh
110
248 Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik 249

