Page 264 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 264
“Aho segala kamu yang menjadi faqir lengkap dengan jargon politiknya. Tetapi Dengan landasan pemikiran ini maka imperatif ini, maka teks ini sangat
jangan bersahabat dengan raja dan amir biarlah hal itu tak perlu dilakukan. Yang dapat dilihat bahwa “teori kenegaraan” tergantung pada kutiban-kutiban dari
karena Rasul Allah bashir dan nadhir jelas ialah, bahwa teori yang bersifat yang ingin disampaikan oleh teks teks-teks lain. Hampir setiap kutiban
melarangkan kita saqhir dan kafir 119 moralistik ini sejajar dengan “nasehat” ini ialah suatu imbauan imperatif, disertai oleh penyebutan sumbernya.
yang diberikan oleh Tajus- Salatin 121 yang bercorak moralistik, ke arah Namun dalam “kekosongan sejarah”
Tetapi dalam usaha konseptualisasi
pembentukan masyarakat yang ideal, Terlepas dari perdebatan tentang asal tercapainya keharmonisan semesta. ini, teks yang “diketahui” telah ada
dan bahkan juga pribadi yang sempurna, usul kitab yang sangat terkenal ini, Negara, atau lebih tepat, kerajaan sejak tahun 1603 ini, memperlihatkan
semestinya merupakan suasana yang
peranan penguasa tetap penting.. Hal ini pengaruh Tajus-Salatin dalam proses memungkinkan pribadi-pribadi yang di juga dengan cukup jelas suasana
122
tidak saja terpantul dari peranan para pembentukan tradisi politik Asia dalamnya mendapatkan pengetahuan zamannya.. Meskipun merupakan
sufi untuk mendampingi raja sebagai Tenggara barangkali tak dimasalahkan tentang Allah dan “bergabung” dalam usaha membentuk suatu negara ideal,
penasehat, tetapi juga dalam “strategi lagi. Tetapi relevancy dari pengaruh itu keridhaanNya. Hal ini hanya mungkin Tajus-Salatin adalah pula sebuah teks
sosial”, dan tentu saja dalam “pemikiran dalam pemikiran tentang “kepantasan” seandainya semua pihak yang terlibat yang bercorak sufistik, yang memakai
politik”. Maka, tidaklah mengherankan politik dan kekuasaan barulah lebih jelas dalam proses kenegaraan—raja, gaya kisah atau ilustrasi anektodal
kalau Hikayat Sultan Ibrahim bin Adham, jika teks ini dibandingkan pula dengan menteri, hulubalang orang besar dan untuk setiap pikiran yang disampaikan.
kisah seorang raja yang meninggalkan teks-teks lain, yang ingin melukiskan rakyat—berniat dan berperilaku yang Dalam hal inilah kelihatan bahwa teks
tahta untuk menjadi seorang sufi, cukup sejarah. sesuai dengan keharusan moral dari ini diarahkan kepada sebuah komunitas
populer. Terdapat dalam terjemahan kedudukannya. Maka, Tajus-Salatin yang telah “intim” dengan suasana
bahasa Melayu, Jawa, Sunda, dan Bugis, Tajus-Salatin mulai dengan patokan, pun menguraikan secara terperinci pemikiran yang dipantulkannya.
hikayat ini juga membicarakan, dengan “Man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu”— keharusan-keharusan moral itu. Ucapan-ucapan yang bercorak nasehat
gaya berkisah, tentang keadilan sebagai “siapa yang mengenal dirinya, akan Kesemuanya diberi ilustrasi kisah atau teguran yang disampaikan serta
landasan dari kekuasaan raja. Tetapi mengenal Tuhannya “, serta peringatan sejarah atau pun legenda dan mitologi merta memberikan kesadaran pada
bagaimanakah sikap raja yang adil bahwa hidup ini tak obahnya Islam. yang menerimanya. Kekuatan kata,
itu? Maka, sang sufi pun mengatakan, seperti “mimpi”, “dan apabila jaga ia bukannya peristiwa, hanya mungkin
bahwa pertama, raja harus selalu daripada tidurnya, suatu pun tiada Sepintas lalu Tajus-Salatin kelihatan terjadi dalam konteks komunitas
memperingatkan para orang besar dan diperolehnya daripada mimpi itu”, seperti ditulis dalam “kekosongan kognitif, yang cukup intim—dalam
rakyat akan hukum. Kedua, pengaduan sebab dunia ini memang tak lebih dari sejarah”. Dalam arti bahwa teks ini suasana keabsahan logika dan
123
rakyat harus didengar dan diperiksa. pada “perhentian” atau “rumah”.(54) sama sekali tidak membuat referensi kepekaan perasaan telah sejalan. Dari
Ketiga, raja tak boleh tamak akan harta. Sekarang masuk, besok akan keluar. kepada situasi kekinian dari konteks sudut ini pula bisa dipahami mengapa
Dan keempat, raja tak boleh membeda- Jadi, dengan mengenal diri sendiri kita penulisannya. Barangkali memang kitab Tajus-Salatin kemudian semakin
bedakan orang dari sudut kekayaan mengenal Allah. Dari pengenalan akan lebih tepat disebut saja teks ini sebagai digemari. Berbagai hikayat yang
seseorang. Tentu saja akan menarik Allah kita akan dapat pula memahami seouah konstruksi teoretis tentang dikisahkannya memainkan peranan
120
sekali kalau kata-kata “sederhana” ini hakekat ciptaannya, yaitu dunia yang bagaimana segala sesuatu semestinya sebagai peneguh suasana komunitas
ditulis dalam bahasa “modern” yang menjadi “tumpangan” menjelang maut. berlaku. Untuk keperluan yang serba kognitif itu. 124
252 Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik 253

