Page 269 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 269

Tetapi apakah yang adil itu? Dengan   disanggah”. Tetapi dengan begini hal   jahil, dan kafir”. Maka Tajus-Salatin pun   memberikan ilustrasi dari sejarah. Nabi
 mengutip sumber-sumbernya Tajus-  lain pun muncul. Apakah sanggahan   menjawab pertanyaan hipotetis yang   Musa dengan umatnya meninggalkan
 Salatin membenarkan bahwa “Yang   ini harus diwjudkan dalam sikap yang   diajukannya itu.  Mesir, yang dikuasai oleh Fir’aun, yang
 adil itu kemuliaan agama juga dan   “durhaka” atau melawan kekuasaan   zalim. Ia tidak mengajak umatnya
 buat Sultan juga dan kebajikan sekalian   yang secara moral sudah tidak lagi sah   Jawab: Yang kami ikuti raja-raja yang adil   melawan. Dalam pelarian untuk
            melakukan hukum Allah itu dua perkara.
 manusia juga”. Jadi, keadilan itu bukan   itu ? Apakah “hilang daulat” adalah   Pertama, kami ikut perkataannya, kedua   mengelakkan kezaliman itu Nabi Musa
 saja sesuatu yang secara religius   hasil tindakan rakyat yang mendurhakai   kami ikut segala kerjanya. Adapun segala   dan umatnya dikejar oleh Fir’aun dengan
 diharuskan dan bagi kemanusiaan   sang penguasa yang zalim, ataukah   raja-raja yang salah itu kami ikut katanya   balatentaranya. Allah menyelematkan
 sangat diperlukan, tetapi juga   hilangnya legitimasi itu adalah   dalam takhta kerajaannya dan tiada kami   Musa dan umatnya—dengan mukzijat
 bermanfaat bagi peneguhan kekuasaan   sesungguhnya hukuman Allah ?  ikut kerjanya yang salah itu.  yang dipunyainya Musa dapat
 sultan. Karena sesungguhnya bagi                   menyeberangi lautan. Tetapi Allah
 kekuasaan “pekerjaan adil itu adalah   Teks teori politik ini—perlu juga   Soal: Adapun raja yang salah itu harus   menghukum Fir’aun. Ia dan tentaranya
 suatu hikmat daripada Allah”. Dan kisah   dicacat—dihasilkan atau dirumuskan di   kita menyangkal segala katanya dan   tenggelam di laut.
 pun dipakai untuk mengatakan bahwa   kesultanan Aceh, ketika masih belum   kerjanya, maka betapa kami ikut katanya
 selain perbuatan adil dari penguasa—  terbebas dari dari krisis kekuasaan.   itu,  Kisah ini memang berasal dari Kitab
 seperti mengulang hal yang telah pernah   Aceh-Darusaalam di zaman kelahiran   Jawab: Maka kami ikut katanya itu   Suci. Tetapi mengapa kisah ini yang
 juga dikatakan oleh al Ghazali—sama   Tajus-Salatin, seperti pernah dikisahkan   karena menolakkan fitnah dan pasad   dipakai sebagai alat untuk menjawab
 pahalanya dengan enam puluh kali   oleh ar-Raniri dalam Bustanus-salatin,   dalam negeri jua, jikalau karena bukan   situasi yang hipotetis tentang raja
 naik haji. Atau, dengan mengutip   adalah kerajaan yang seperti tak   kesukaran, tiadalah harus kami ikut   yang zalim ? Dengan pemakaian
 sumber lain, “sehari juga terlebih pahala   bosan-bosannya mengalami peristiwa   katanya dan kerjanya, dan melihat   kisah ini yang dipakai oleh teks ini
 daripada enam puluh tahun sembahyang   pembunuhan dan pemakzulan raja,   mukanya pun tiada harus, karena raja   sebagai ilustrasi dalam usahanya
 adanya dan adalah pada hari kiamat   yang dilakukan oleh kaum bangsawan.  ;  salah berpaling pada hukum Allah Ta’ala,   untuk menerangkan dilema etis antara
 beroleh naungan arash Allah akan   Jadi situasi kesejarahan memang   maka yang berpaling daripada hukum   keharusan keadilan dengan durhaka,
 naungan raja adil itu”.  menunjukkan betapa “adil” dan   Allah dan menyangkal syariat itu seteru   maka kesimpulan yang bisa ditarik
 “durhaka” adalah problematik sosial-               ialah bahwa yang menghilangkan
 Keabsahan kekuasaan atau daulat bagi   politik yang ril. Dalam kenyataannya   Allah Ta’ala dan seteru Rasul Allah.   “daulat” raja, yang zalim itu, bukanlah
 Tajus-Salatin tergantung pada keterikatan   sering juga terjadi, seperti dikisahkan   Maka haruslah kami berseteru dengan   rakyat yang telah dizalimi, tetapi Allah.
                                128
 kekuasaan itu pada konsep keadilan.   pula oleh teks ini, tampilnya raja yang   seteru Allah Ta’ala itu  Dengan penyerahan pemecahan dari
 Tanpa keadilan, maka sesungguhnya   tidak adil dan bahkan tidak pula   Jika harus bermusuhan dengan musuh   masalah dilematis pada keputusan
 keabasahan juga hilang. Secara tegas teks   mengikuti perintah Allah dan Rasul.   Allah apakah ini artinya raja, yang   yang transendental, jelaslah pula bahwa
 ini mengatakan, “hilang daulat daripada   Apakah raja yang seperti harus selalu   zalim itu harus dilawan? Apakah sah   pada akhirnya Tajus-Salatin merupakan
 sebab aniaya”. Dalam tradisi Melayu   juga dipatuhi? Bukankah hal ini,   pemberontakan terhadap kekuasaan   kelanjutan dari tradisi politik Sunni
 kemudian akan dikenal ungkapan “Raja   tanya teks ini secara hipotetis, berarti   yang sah, tetapi zalim. Teks ini tak   yang mulai berkembang sejak zaman
 adil raja disembah, raja tak adil raja   mengikuti raja yang “durhaka, dan   melanjutkan masalah hipotetisnya, tetapi   khalifah—mematuhi pemerintahan yang



 256  Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   257
   264   265   266   267   268   269   270   271   272   273   274