Page 271 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 271

sah, meskipun zalim, lebih baik daripada   yang terkait erat dengan situasi sosial-  adil dari sang raja—“mata air yang   Hikayat Merong Mahawangsa, tentang
 mendurhaka.  kultural lokal.  (seharusnya) suci”.  tujuan penulisan buku “sejarah” itu.
                                                    Dengan kata lain, hal ini juga telah
 Masalah “daulat” dan “durhaka”. adalah   Raja yang Ideal: Pujaan dan Sejarah  Tetapi raja, tidak seperti “kerajaan” atau   merupakan suatu konvensi literer.
 problematik utama dalam pemikiran   “negara”, bukanlah sebuah konsep yang
 politik. Apalagi masalah ini terkait   Bagi Tajus-Salatin kerajaan memang   abstrak. Raja adalah seseorang, yang   Bisa jadi sebuah syair yang tampaknya
 dengan pengalaman sejarah yang   tidak bisa dipisahkan dari “raja”. Dalam   entah karena nasib atau entah karena   ditujukan pada Sultan Riayat Sah yang
 aktual. Masalah inilah yang dihadapi   salah satu kisah disebutkan bahwa   apa saja ditakdirkan memegang tampuk   dikenal dalam tradisi Aceh sebagai
 historiografi tradisional, ketika teks-  “raja itu di dalam negeri adalah seperti   kekuasaan. Adil atau zalim raja adalah   al-Mukallam tidak ditulis oleh Hamzah
 teks ini menerangkan tentang berbagai   nyawa di dalam tubuh adanya. Maka   perwujudan sikap dari sosok yang aktual   Fansuri, namun isinya adalah lukisan
 peristiwa aktual yang terjadi dan yang   jika nyawa itu bercerai daripada tubuh   dan konkrit. Kehadiran dan perwujudan   dari raja yang ideal.
 129
 telah pernah dialami. Tajus-Salatin boleh   itu niscaya binasalah tubuh itu”.  Studi   kekuasaannya mempunyai pengaruh   “Shah Allan raja yang adil
 130
 dikatakan mempunyai “kemewahan”   perbandingan yang dilakukan Milner  terhadap masyarakat yang berada di
 untuk berhipotesa dan memberikan   tentang kerajaan Islam-Melayu juga   bawah lingkaran kuasanya. Karena   Raja Qutub yang sempurna kamil
 jawaban yang agak ambivalen, tetapi   memperlihatkan bahwa “kerajaan”   itulah beberapa hal harus pula dijaga.   Wali Allah sempurna wasil
 historiografi tradisional harus memberi   adalah situasi tentang adanya seorang   Bukan saja keabsahan kekuasaannya   Raja arif lagi mukammil. 131
 pertanggungan jawab kultural terhadap   raja. Demikian pula halnya dalam   yang senantiasa harus terpelihara dan
 peristiwa dramatis yang telah dialami.  tradisi Jawa. Bahkan berbagai peristiwa   kesetiaan rakyat padanyapun yang   Dalam nada ini pulalah Inche Amin,
 anektodal yang dilaporkan utusan   harus dipupuk.Iapun harus pula selalu   penulis Syair Mengkasar melukiskan
 Barangkali dalam hal inilah bisa dilihat   Belanda memperlihatkan betapa “raja”   diingatkan akan tanggung jawab timbal   Sultan Hasanudin (1653-1669) raja Gowa,
 salah satu keunggulan genre sastra   adalah unsur esensial dari adanya   balik antara ia dan rakyatnya d an antara   yang harus menghadapi serangan V.O.C.,
 tradisional. Historiografi tradisional   kerajaan. Dan hal ini pulalah yang   ia dengan kekuasaan yang lebih tinggi,   di bawah Speelman (1666)
 ini tidak ubahnya dengan suatu   selalu ditegaskan oleh babad dan   yaitu Allah Yang Maha Kuasa. Inilah
 “forum” pikiran ketika dua hal harus   dilambangkan oleh gelar-gelar raja   yang diingatkan oleh berbagai batu   “Tuanku Sultan yang amat shana
 dipertemukan dan diselaraskan konsepsi   yang serba mentereng. Dengan kata   nisan dengan mengutip ayat Qur’an atau   Sempurna arif lagi bijaksana
 tentang apa seharusnya yang terjadi   lain, masalah “kenegaraan” haruslah   Hadith. Hal inilah pula yang diulang-  Mengetahui ilmu empat belas laksana
 dengan apa yang telah terjadi. Dari   lebih dulu dilihat sebagai perpanjangan   ulang oleh Tajus-Salatin dan yang selalu   Mendapat hakikat empat sempurna.
 usaha melukiskan dan menerangkan   pribadi dari sang penguasa, bukan   didendangkan para penyair. Setiap   Kemudian dikatakan pula bahwa
 kedua hal yang bertentangan itu   sebagai organisasi dan struktur   pujaan, bahkan setiap mitos-sejarah   “bagindalah kekasih Nabi akhir
 historiografi tradisional tidak saja harus   kekuasaan. Karena itulah, seperti   adalah juga sekaligus harapan pada   jaman”. 132  Kedua contoh ini
 mempersoalkan hakekat kekuasaan,   telah dibicarakan di atas, negara ideal,   raja yang sedang berkuasa dan nasehat   memperlihatkan raja tidak saja adil
 tetapi juga, seperti akan dibicarakan   yang dicitakan itu sebenarnya tidak   bagi para penggantinya kemudian. Hal   sebagai penguasa tetapi juga sebagai
 kemudian, mencari landasan ideologis   lain daripada “negara moral”, yang   ini, malah secara eksplisit dikatakan   manusia yang telah mencapai tingkat
 dari penciptaan tradisi politik Islam,   kehadirannya dipantulkan oleh sifat   oleh Sejarah Melayu, dan lainnya, seperti   gnosis, makrifat yang tertinggi.



 258  Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   259
   266   267   268   269   270   271   272   273   274   275   276