Page 270 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 270
sah, meskipun zalim, lebih baik daripada yang terkait erat dengan situasi sosial- adil dari sang raja—“mata air yang Hikayat Merong Mahawangsa, tentang
mendurhaka. kultural lokal. (seharusnya) suci”. tujuan penulisan buku “sejarah” itu.
Dengan kata lain, hal ini juga telah
Masalah “daulat” dan “durhaka”. adalah Raja yang Ideal: Pujaan dan Sejarah Tetapi raja, tidak seperti “kerajaan” atau merupakan suatu konvensi literer.
problematik utama dalam pemikiran “negara”, bukanlah sebuah konsep yang
politik. Apalagi masalah ini terkait Bagi Tajus-Salatin kerajaan memang abstrak. Raja adalah seseorang, yang Bisa jadi sebuah syair yang tampaknya
dengan pengalaman sejarah yang tidak bisa dipisahkan dari “raja”. Dalam entah karena nasib atau entah karena ditujukan pada Sultan Riayat Sah yang
aktual. Masalah inilah yang dihadapi salah satu kisah disebutkan bahwa apa saja ditakdirkan memegang tampuk dikenal dalam tradisi Aceh sebagai
historiografi tradisional, ketika teks- “raja itu di dalam negeri adalah seperti kekuasaan. Adil atau zalim raja adalah al-Mukallam tidak ditulis oleh Hamzah
teks ini menerangkan tentang berbagai nyawa di dalam tubuh adanya. Maka perwujudan sikap dari sosok yang aktual Fansuri, namun isinya adalah lukisan
peristiwa aktual yang terjadi dan yang jika nyawa itu bercerai daripada tubuh dan konkrit. Kehadiran dan perwujudan dari raja yang ideal.
129
telah pernah dialami. Tajus-Salatin boleh itu niscaya binasalah tubuh itu”. Studi kekuasaannya mempunyai pengaruh “Shah Allan raja yang adil
130
dikatakan mempunyai “kemewahan” perbandingan yang dilakukan Milner terhadap masyarakat yang berada di
untuk berhipotesa dan memberikan tentang kerajaan Islam-Melayu juga bawah lingkaran kuasanya. Karena Raja Qutub yang sempurna kamil
jawaban yang agak ambivalen, tetapi memperlihatkan bahwa “kerajaan” itulah beberapa hal harus pula dijaga. Wali Allah sempurna wasil
historiografi tradisional harus memberi adalah situasi tentang adanya seorang Bukan saja keabsahan kekuasaannya Raja arif lagi mukammil. 131
pertanggungan jawab kultural terhadap raja. Demikian pula halnya dalam yang senantiasa harus terpelihara dan
peristiwa dramatis yang telah dialami. tradisi Jawa. Bahkan berbagai peristiwa kesetiaan rakyat padanyapun yang Dalam nada ini pulalah Inche Amin,
anektodal yang dilaporkan utusan harus dipupuk.Iapun harus pula selalu penulis Syair Mengkasar melukiskan
Barangkali dalam hal inilah bisa dilihat Belanda memperlihatkan betapa “raja” diingatkan akan tanggung jawab timbal Sultan Hasanudin (1653-1669) raja Gowa,
salah satu keunggulan genre sastra adalah unsur esensial dari adanya balik antara ia dan rakyatnya d an antara yang harus menghadapi serangan V.O.C.,
tradisional. Historiografi tradisional kerajaan. Dan hal ini pulalah yang ia dengan kekuasaan yang lebih tinggi, di bawah Speelman (1666)
ini tidak ubahnya dengan suatu selalu ditegaskan oleh babad dan yaitu Allah Yang Maha Kuasa. Inilah
“forum” pikiran ketika dua hal harus dilambangkan oleh gelar-gelar raja yang diingatkan oleh berbagai batu “Tuanku Sultan yang amat shana
dipertemukan dan diselaraskan konsepsi yang serba mentereng. Dengan kata nisan dengan mengutip ayat Qur’an atau Sempurna arif lagi bijaksana
tentang apa seharusnya yang terjadi lain, masalah “kenegaraan” haruslah Hadith. Hal inilah pula yang diulang- Mengetahui ilmu empat belas laksana
dengan apa yang telah terjadi. Dari lebih dulu dilihat sebagai perpanjangan ulang oleh Tajus-Salatin dan yang selalu Mendapat hakikat empat sempurna.
usaha melukiskan dan menerangkan pribadi dari sang penguasa, bukan didendangkan para penyair. Setiap Kemudian dikatakan pula bahwa
kedua hal yang bertentangan itu sebagai organisasi dan struktur pujaan, bahkan setiap mitos-sejarah “bagindalah kekasih Nabi akhir
historiografi tradisional tidak saja harus kekuasaan. Karena itulah, seperti adalah juga sekaligus harapan pada jaman”. 132 Kedua contoh ini
mempersoalkan hakekat kekuasaan, telah dibicarakan di atas, negara ideal, raja yang sedang berkuasa dan nasehat memperlihatkan raja tidak saja adil
tetapi juga, seperti akan dibicarakan yang dicitakan itu sebenarnya tidak bagi para penggantinya kemudian. Hal sebagai penguasa tetapi juga sebagai
kemudian, mencari landasan ideologis lain daripada “negara moral”, yang ini, malah secara eksplisit dikatakan manusia yang telah mencapai tingkat
dari penciptaan tradisi politik Islam, kehadirannya dipantulkan oleh sifat oleh Sejarah Melayu, dan lainnya, seperti gnosis, makrifat yang tertinggi.
258 Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik 259

