Page 56 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 56
pemikiran keagamaan bisa saja bermula pada dasarnya bersifat informatif dan yang lama itulah pula unsur-unsur didiami masyarakat Islam. Bukankah
dari renungan perseorangan, tetapi edukatif–berhasrat untuk membawa pemikiran dan kesadaran yang datang ketimpangan dalam kehidupan ekonomi
sebagai bagian dari dinamika “sejarah umat ke arah pencapaian fitrah yang kemudian itu mulai bersemi. Jadi bisalah bahkan perbedaan geografis dari tempat
intelektual” pancaran pemikiran tertinggi dengan jalan yang diridhai dibayangkan bahwa apapun mungkin kediaman dan arus serta dinamika
keagamaan itu barulah berarti kalau Allah. Jika diletakkan dalam konteks isi dan corak dari “revolusi” dalam kehidupan sosial-kultural tidak pula
telah terlempar dalam konteks dinamika situasi kemasyarakatan maka dapatlah pemikiran keagamaan, kesemuanya jarang terpancar dalam sikap keseharian
dari komunitas penganut Islam. Jadi dibayangkan betapa berbagai corak hanya bisa menyentuh sebagian saja dari komunitas dan individual dalam konteks
bukanlah pemikiran itu per se yang pemikiran dan beragam renungan golongan masyarakat. Tidak selamanya keagamaan?
menjadi telaah utama, tetapi dialog keagamaan yang ingin dan sebaiknya percaturan intelektual keagamaan bisa
internal umat yang dibangkitkannya ditempuh umat telah seperti dengan merangkul semua lapisan sosial dan Begitulah “peta bumi Islam” di wilayah
setelah pemikiran keagamaan itu begitu saja tampil bermunculan. Sifat golongan masyarakat. Asia Tenggara—khususnya Indonesia,
menjadi bagian dari dialog internal hakiki dari pemikiran keagamaan Malaysia, Singapore, Thailand Selatan
komunitas umat. Jadi, meskipun yang transformatif inilah yang menjadi Jika demikian situasinya ditinjau dari dan Filipina. Bagian-bagian yang
bertolak dari wacana keagamaan yang sebab utama dari terjadinya kontroversi perspektif historis, maka keempat berpenduduk Islam di beberapa negara
bercorak “elitis” (hanya sekelompok yang tanpa henti dalam alur sejarah begitulah pulalah halnya kalau Asia Tenggara ini memperlihatkan
kecil ulama dan cendekiawan yang pemikiran Islam. dinamika pemikiran ini dilihat dari liku-liku kejadian dan peristiwa yang
yang terlibat secara langsung), perhatian sisi perspektif geografis dan sosiologis. cukup kompleks. Tingkat dan corak
utama haruslah diarahkan pada Berbagai renungan dan pemikiran Sementara sebuah daerah (atau, bahkan, kompleksitas komunitas Islam Negara-
situasi sosial-kultural, yang menjadi keagamaan yang secara konsensus suatu kelompok sosial kultural) telah negara ini berbeda-beda bahkan tidak
wadah dari proses pemikiran dan dianggap ortodoks—dinilai sejalan menginjak tahap tertentu dalam proses pula jarang wilayah-wilayah Islam
discourse keagamaan serta suasana yang dengan ajaran yang sahih–mungkin Islamisasi atau—lebih tepat—dalam pun beragam-ragam pula. Karena itu
diciptakannya. hanyalah memberi batas-batas corak keprihatinan sosial-kultural dan bisalah dipahami pula kalau setiap
“toleransi” dari sudut sistem tingkat pemikiran keislaman, daerah usaha untuk “menyederhanakan” situasi
Kalau patokan awal ini bisa dipakai kewenangan keagamaan yang berlaku, atau kelompok sosial lain mungkin yang kompleks ini haruslah bertolak
sebagai landasan yang pertama, maka tetapi tidak meniadakan kontroversi. saja baru berkenalan dengan hal- dari landasan yang cukup jelas—apalagi
yang kedua ialah istilah pemikiran Islam Karena itulah, ketiga, bisa pula hal elementer dari wawasan sosial- kalau landasan dari penyederhanaan itu
haruslah diartikan sebagai renungan dikatakan bahwa arus sejarah intelektual kultural keislaman. Ketimpangan dipakai untuk memahami dinamika dan
dan pemikiran serta tindakan yang Islam tidak ubahnya dengan dinamika geografis dan bahkan sosiologis dalam perkembangan sejarah di setiap wilayah.
menjadikan peningkatan kesadaran dan alur pemikiran yang terjadi dalam tingkat kesadaran dan keprihatinan
tauhid serta pengakuan akan makna gojolak “sejarah yang berlapis-lapis”. keislaman ini sampai kini terus Dengan mengingat kembali apa
hakiki dari keyakinan akan keesaan Pertama, kesadaran dan pemikiran yang berlanjut, betapapun media cetak dan yang telah dikatakan maka bisalah
Allah, sebagai landasan intelektual yang baru itu muncul di saat yang landasan elektronik serta mobilitas geografis dikatakan bahwa sekarang adalah saat
mutlak. Sikap tauhid (dengan segala lama masih kuat dirasakan sebagai telah semakin merupakan realitas ketika “gelombang” dalam perjalanan
implikasi doktrinal yang dibawanya) sesuatu yang umat. Kedua, dalam situasi yang melingkupi seluruh wilayah yang sejarah pemikiran dan wawasan
44 Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik 45