Page 57 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 57

pemikiran keagamaan bisa saja bermula   pada dasarnya bersifat informatif dan   yang lama itulah pula unsur-unsur   didiami masyarakat Islam. Bukankah
 dari renungan perseorangan, tetapi   edukatif–berhasrat untuk membawa   pemikiran dan kesadaran yang datang   ketimpangan dalam kehidupan ekonomi
 sebagai bagian dari dinamika “sejarah   umat ke arah pencapaian fitrah yang   kemudian itu mulai bersemi. Jadi bisalah   bahkan perbedaan geografis dari tempat
 intelektual” pancaran pemikiran   tertinggi dengan jalan yang diridhai   dibayangkan bahwa apapun mungkin   kediaman dan arus serta dinamika
 keagamaan itu barulah berarti kalau   Allah. Jika diletakkan dalam konteks   isi dan corak dari “revolusi” dalam   kehidupan sosial-kultural tidak pula
 telah terlempar dalam konteks dinamika   situasi kemasyarakatan maka dapatlah   pemikiran keagamaan, kesemuanya   jarang terpancar dalam sikap keseharian
 dari komunitas penganut Islam. Jadi   dibayangkan betapa berbagai corak   hanya bisa menyentuh sebagian saja dari   komunitas dan individual dalam konteks
 bukanlah pemikiran itu per se yang   pemikiran dan beragam renungan   golongan masyarakat. Tidak selamanya   keagamaan?
 menjadi telaah utama, tetapi dialog   keagamaan yang ingin dan sebaiknya   percaturan intelektual keagamaan bisa
 internal umat yang dibangkitkannya   ditempuh umat telah seperti dengan   merangkul semua lapisan sosial dan   Begitulah “peta bumi Islam” di wilayah
 setelah pemikiran keagamaan itu   begitu saja tampil bermunculan. Sifat   golongan masyarakat.  Asia Tenggara—khususnya Indonesia,
 menjadi bagian dari dialog internal   hakiki dari pemikiran keagamaan   Malaysia, Singapore, Thailand Selatan
 komunitas umat. Jadi, meskipun   yang transformatif inilah yang menjadi   Jika demikian situasinya ditinjau dari   dan Filipina. Bagian-bagian yang
 bertolak dari wacana keagamaan yang   sebab utama dari terjadinya kontroversi   perspektif historis, maka keempat   berpenduduk Islam di beberapa negara
 bercorak “elitis” (hanya sekelompok   yang tanpa henti dalam alur sejarah   begitulah pulalah halnya kalau   Asia Tenggara ini memperlihatkan
 kecil ulama dan cendekiawan yang   pemikiran Islam.  dinamika pemikiran ini dilihat dari   liku-liku kejadian dan peristiwa yang
 yang terlibat secara langsung), perhatian   sisi perspektif geografis dan sosiologis.   cukup kompleks. Tingkat dan corak
 utama haruslah diarahkan pada   Berbagai renungan dan pemikiran   Sementara sebuah daerah (atau, bahkan,   kompleksitas komunitas Islam Negara-
 situasi sosial-kultural, yang menjadi   keagamaan yang secara konsensus   suatu kelompok sosial kultural) telah   negara ini berbeda-beda bahkan tidak
 wadah dari proses pemikiran dan   dianggap ortodoks—dinilai sejalan   menginjak tahap tertentu dalam proses   pula jarang wilayah-wilayah Islam
 discourse keagamaan serta suasana yang   dengan ajaran yang sahih–mungkin   Islamisasi atau—lebih tepat—dalam   pun beragam-ragam pula. Karena itu
 diciptakannya.  hanyalah memberi batas-batas   corak keprihatinan sosial-kultural dan   bisalah dipahami pula kalau setiap
 “toleransi” dari sudut sistem   tingkat pemikiran keislaman, daerah   usaha untuk “menyederhanakan” situasi
 Kalau patokan awal ini bisa dipakai   kewenangan keagamaan yang berlaku,   atau kelompok sosial lain mungkin   yang kompleks ini haruslah bertolak
 sebagai landasan yang pertama, maka   tetapi tidak meniadakan kontroversi.   saja baru berkenalan dengan hal-  dari landasan yang cukup jelas—apalagi
 yang kedua ialah istilah pemikiran Islam   Karena itulah, ketiga, bisa pula   hal elementer dari wawasan sosial-  kalau landasan dari penyederhanaan itu
 haruslah diartikan sebagai renungan   dikatakan bahwa arus sejarah intelektual   kultural keislaman. Ketimpangan   dipakai untuk memahami dinamika dan
 dan pemikiran serta tindakan yang   Islam tidak ubahnya dengan dinamika   geografis dan bahkan sosiologis dalam   perkembangan sejarah di setiap wilayah.
 menjadikan peningkatan kesadaran   dan alur pemikiran yang terjadi dalam   tingkat kesadaran dan keprihatinan
 tauhid serta pengakuan akan makna   gojolak “sejarah yang berlapis-lapis”.   keislaman ini sampai kini terus   Dengan mengingat kembali apa
 hakiki dari keyakinan akan keesaan   Pertama, kesadaran dan pemikiran yang   berlanjut, betapapun media cetak dan   yang telah dikatakan maka bisalah
 Allah, sebagai landasan intelektual yang   baru itu muncul di saat yang landasan   elektronik serta mobilitas geografis   dikatakan bahwa sekarang adalah saat
 mutlak. Sikap tauhid (dengan segala   lama masih kuat dirasakan sebagai   telah semakin merupakan realitas   ketika “gelombang” dalam perjalanan
 implikasi doktrinal yang dibawanya)   sesuatu yang umat. Kedua, dalam situasi   yang melingkupi seluruh wilayah yang   sejarah pemikiran dan wawasan



 44  Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   45
   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62