Page 47 - BKSN 2021 (1)
P. 47

ia tertidur, ia akan sembuh” (ay. 12). Namun, Yesus tidak memaksudkan
            “tidur” di sini sebagai kondisi istirahat, tetapi sebagai simbol kematian
            (ay. 13). Dalam sejumlah tulisan Yahudi di luar Kitab Suci dan juga dalam
            sebagian kultur dunia kuno, “tidur” sering menjadi kiasan untuk kema-
            tian (bdk. Mat. 27:52; 1Tes. 4:13–15; 1Kor. 15:18, 20). Dalam mitologi Yu-
            nani, misalnya, Tidur dan Kematian sering digambarkan sebagai saudara
            kembar.
                    Karena para murid salah menangkap perkataan-Nya, Yesus ke-
            mudian mengatakan yang sebenarnya, “Lazarus sudah mati” (ay. 14). Se-
            lanjutnya, Dia menambahkan, “Tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada
            waktu itu” (ay. 15a). Bagi Yesus, ketidakhadiran-Nya saat Lazarus mening-
            gal adalah hal yang baik. Mengapa? Sebab, ini adalah kesempatan baik
            untuk membuat para murid-Nya semakin beriman. Pada saat itu, mereka
            tidak tahu apa maksud perkataan tersebut. Namun, dalam kisah selan-
            jutnya, akan diperlihatkan bahwa kematian Lazarus adalah kesempatan
            untuk mengungkapkan identitas Yesus. Yesus adalah Dia yang berkuasa
            atas kematian.
                    Yesus pun kemudian mengambil keputusan untuk pergi ke Be-
            tania,  “Marilah  kita pergi sekarang kepadanya”  (ay. 15b). Kembali para
            murid tidak menangkap maksud perkataan Yesus. Ini terlihat jelas dari
            respons salah satu murid-Nya, yaitu Tomas (atau Didimus), yang berkata,
            “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia” (ay. 16).
            Yesus mengatakan kepada mereka bahwa Dia akan pergi ke Yudea untuk
            membangkitkan Lazarus dari “tidur”-nya dengan harapan agar mereka
            semakin beriman. Dia tidak meminta mereka bergabung untuk sebuah
            misi dengan risiko kematian. Namun, para murid malah berpikir bahwa
            Yesus pergi ke Yudea untuk mati.
                    Di sisi lain, pernyataan Tomas itu sering kali menjadi slogan se-
            jumlah pengikut Kristus: Rela mati (atau menjadi martir) demi Kristus.
            Reaksi dan sikap Tomas mencerminkan dengan jelas semangat kemar-
            tiran. Perkataan Tomas juga menjadikannya rujukan model murid Yesus
            yang sejati, murid yang hidup dan mati bersama gurunya (bdk. Rm. 6:8).
            Sebagai catatan, kesediaan untuk mati bersama sang guru sebagai ung-
            kapan  cinta  dan  kesetiaan  kepadanya  sebenarnya  jarang  sekali  diung-
            kapkan oleh orang Yahudi pada masa itu. Pada umumnya, orang Yahudi
            mempersiapkan diri untuk mati demi Tuhan dan hukum-Nya.





                                                           Pendahuluan   45
   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52