Page 46 - SEMINAR PENDIDIKAN
P. 46
Kesungguhan, kejujuran dan kepercayaan merupakan syarat mutlak seorang
pembicara yang mengharapkan pendengar untuk mengikutinya. Mungkin juga
seorang yang tidak jujur dapat berpura-pura bersikap jujur dan bersungguh hati.
Tetapi, pengaruhnya tidak akan berlangsung lama. Bicara melalui radio harus
dengan infleksi, penekanan kata, dan tempo bicara yang tepat. Dari ketiga aspek
inilah orang akan menilai kesungguhan hati Anda sebagai pembicara. Berbicara
melalui televisi mempunyai persyaratan yang berbeda pula, karena di sini mimik
wajah dan sikap mempunyai peranan yang sangat penting.
Jelaslah, teknik berbicara yang benar telah menjadi fokus kajian bangsa-
bangsa di seluruh dunia. Keterampilan berbicara menjadi kekuatan besar dan modal
Anda untuk memengaruhi bangsa-bangsa di dunia.
Menurut Abdul Chaer (1998: 364), cara intonasi Retorika adalah memberi
tekanan yang lebih kcras kepada salah satu unsur atau bagian kalimat yang ingin
ditegaskan. Perhatikan contoh berikut (bagian yang bertekanan dicetak miring):
1. Kakek membaca komik di kamar.
2. Kakek membaca komik di kamar.
3. Kakek membaca komik di kamar.
4. Kakek membaca komik di kamar.
Jika tekanan diberikan pada kata kakek, maka kalimat tersebut menunjukkan
bahwa yang membaca komik adalah kakek, bukan orang lain. Jika tekanan
diberikan pada kata membaca, maka kalimat tersebut berarti yang dilakukan kakek
di kamar adalah membaca, bukan pekerjaan lain. Selanjutnya, jika tekanan
diberikan pada kata komik, maka kalimat itu berarti yang dibaca kakek adalah
komik, bukan bacaan lain. Terakhir, jika tekanan diberikan pada di kamar, maka
kalimat tersebut berarti tempat kakek membaca adalah di kamar, bukan di tempat
lain.
Diksi dan intonasi sangat diperlukan ketika Anda hendak meyakinkan orang
dan mengajaknya mengerjakan sesuatu yang positif dan konstruktif. Demikian juga,
ketika Anda hendak mengubah sikap dan pendapat seseorang. Untuk kesuk-sesan
Retorika, intonasi suara pembicara berkontribusi sebesar 37 persen, sedangkan isi
pesan hanyalah 7 persen dan sisanya (56 persen) adalah bahasa tubuh (A.
Widyamartaya, 2000: 41).
42