Page 19 - 16. CHERIE DIS SANG RATU RENANG
P. 19

“Ma,  Gimana  kalau  kakiku  tidak  bisa  digerakkan  lagi?”  Jawabku  sambil

                           menangis.
                               Mama  terdiam  mendengar  jawabanku,  “Kamu  jangan  berpikiran  jelek,
                           pikirkan  hal-hal  yang  positif,  yang  baik-baik  aja.  Insya  Alloh  tidak  ada  apa-

                           apa.”
                               “Kamu pasti kuat.” Mama berusaha meyakinkanku
                               “Kamu  dirawat  disini  dengan  harapan  lebih  intensif  penanganannya,

                           karena  dokter  dan  perawat  juga  memiliki  kemampuan  dan  keahlian  yang
                           bagus serta peralatan medis yang canggih.”

                               Sudah tiga hari aku terbaring lemah di ruang melati 1. Mama dan ayah
                           bergantian  menjagaku.  Hampir  24  jam  selama  tiga  hari  terakhir  ini  mama
                           menemaniku,  mengajakku  bicara  dan  mendengar  lagu,  bahkan  mengajakku

                           bermain tebak-tebakan.
                               “Cherie,  ayo  kita  main  tebak-tebakan.  Kamu  jawab  ya?”  Kata  mama
                           penuh antusias.

                               “Buah apa yang suka bangun pagi?”
                               Aku berpikir keras, “apa ya?”
                               “Banyak,  Ma.  Buah  yang  bisa  kita  makan  pagi-pagi.  Pisang  juga  bisa,

                           Ma.” Kataku tak kalah antusiasnya dengan mama.
                               “Ah…salah,  jawabannya  apel  pagi.”  Jawabnya  dengan  kerlingan

                           matanya.
                               “Yah…mama, bisa aja deh.” Tak kusangka mama bisa juga main tebak-
                           tebakan.

                               “Selamat sore.  Saya mau  periksa  Cherie  si  Cantik  Ceria. ”  Kata  dokter
                           sambil tersenyum.

                               Dokter Inneke memeriksa kondisi aku, “Bagus, sudah tidak demam lagi.”
                               “Mohon  Bapak  ke  ruangan  saya,  ada  yang  mau  saya  bicarakan.”  Kata
                           dokter dengan nada suara yang terdengar serius.

                               Ayah  mengikuti  dokter  Inneke  menuju  ruangannya.  Kami  menunggu
                           dengan  cemas  apa  keputusan  atau  hasil  pembicaraan  dokter  dan  ayah.
                           Menunggu memang hal yang membosankan. Kulihat mama mulai bersandar

                           dan akhirnya tertidur di kursi. Sungguh besar perjuangan mama menunggui
                           aku  selama  dirawat  disini,  juga  selama  di  rumah.  Luar  biasa  pengorbanan
                           mama, pasti mama lelah dan mengantuk walaupun kulihat selalu tersenyum.


                                                                                                   15
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24