Page 20 - 16. CHERIE DIS SANG RATU RENANG
P. 20
Kadang-kadang mama ngobrol dengan ibu-ibu yang anaknya juga dirawat,
kutahu hal itu dilakukannya untuk mengusir kejenuhan.
“Cheri…Aku datang. Gimana kamu udah sembuh?” Tanya abang dengan
wajah imutnya. Kata teman-temanku wajah abang memang imut, ku tak
mengerti dimana letak imutnya, bagiku wajah abang biasa-biasa saja.
“Udah nggak demam lagi kok,
tapi kakiku sulit digerakkan.” Kataku
dengan senyum tertahan antara
ingin menangis dan tersenyum karena kakakku menengokku.
“Nanti diterapi, Insya Alloh besok kamu sudah bisa bersepeda lagi.” Kata
kakakku dengan nada gembira.
Sementara aku sedang asyik bercanda dengan abang, tiba-tiba ayah
datang dengan wajah muram. Ada apa? Apa yang sudah disampaikan dokter
pada ayah, cukup seriuskah penyakitku?
Mama menghampiri ayah, lalu mereka berbicara di luar. Kulihat dari balik
kaca jendela kamar rumah sakit mama menangis tersedu-sedu dalam pelukan
ayah. Sudah dapat dipastikan mama menangis karena mendengar apa yang
ayah sampaikan seperti apa yang sudah diceritakan dokter pada ayah.
“Abang, sepertinya penyakitku cukup parah. Lihat deh mama sampai
menangis.” Kataku pada abang dengan rasa penasaran.
Abang hanya menarik nafas panjang, mungkin ia tak tahu harus berkata
apa. Kupandangi wajah abang, tapi sepertinya abang mencoba
menyembunyikan kegalauan hatinya. Ia hanya tersenyum sambil memegang
tanganku. Sungguh, aku takut sekali. Aku yakin penyakitku sungguh-sungguh
serius.
“Sore ini Cherie boleh pulang. Ayah akan menyelesaikan administrasi
rumah sakit ini dulu ya.” Kata ayah berusaha menyembunyikan kesedihannya.
16