Page 130 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 130
Pengayaan Materi Sejarah
Secara ekonomis, penguasaan ini memperkuat kedudukan
Belanda dan memperlemah Indonesia, namun tekanan ekonomi pun
jarang menghentikan sebuah revolusi. Jika pun terdapat pengaruhnya,
yakni semakin susah di daerah-daerah Jawa dan Sumatra di bawah RI
yang dibanjiri kaum pengungsi, kurangnya sumber-sumber daya, dan
terhalang dari perdagangan dengan daerah luar, bahkan memeprkuat
tuntutan radikal untuk melancarkan perlawanan total rakyat terhadap
Belanda. Tambahan lagi, pecahnya perang terbuka antara Belanda dan
Indonesia mengejutkan dunia yang sudah jemu perang, yang sejak itu
mendesak melalui PBB yang baru saja lahir agar konflik itu jangan
diselesaikan dengan jalan kekerasan.
Setiap pemerintah Republik berkewajiban untuk mempertahakan
simpati internasional, berkompromi dengan Belanda melalui
perundingan, walaupun tidak sama dengan tuntutan rakyat yakni 100%
merdeka. Perundingan yang diprakarsai PBB yang menghasilkan
Persetujuan Renville pada Januari 1948 sangat menyakitkan, karena
Republik terpaksa mengakui secara de facto direbutnya wilayah oleh
Belanda dalam agresinya tahun 1947. Konsesi-konsesi yang diberikan
akibat perjanjian itu, menjadikan perdana menteri yang bertanggung
jawab menjadi tidak populair, seperti yang dialami Sjahrir dengan
konsesi-konsesinya terdahulu yang diberikannya.
Perdana menteri tersebut adalah Amir Syarifuddin, yang
mencoba untuk sekaligus menjadi seorang Marxis, seorang Kristen,
seorang demokrat, dan seorang komunis., seorang nasionalis, dan
seorang internasionalis. Ia memimpin pemerintahan yang paling kiri
yang pernah dialami Indonesia, dengan 10 dari 34 orang menterinya,
termasuk Amir Syarifuddin, kemudian menyatakan diri sebagai seorang
14
komunis. Perjanjian Renville memberikan suatu kesempatan bagi PNI
(Partai nasionalis Indonesia) dan Masjumi untuk menarik kembali
dukungan mereka kepadanya sebagai perdana menteri dan bagi
Sukarno untuk menunjuk Mohamad Hatta sebagai formatur sebuah
kabinet Presidensil tanpa wakil-wakil kaum Kiri dan tidak lagi
bertanggung jawab seperti kabinet-kabinet sebelumnya kepada KNIP
(Komite Nasional Indonesia Pusat) sebagai parlemen. Dengan demikian,
partai-partai Sayap Kiri kehilangan kepemimpinan revolusi, termasuk
kementerian-kementerian penting yakni Pertahanan dan Dalam Negeri
yang sebelumnya telah mereka kuasai.
118