Page 132 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 132
Pengayaan Materi Sejarah
dan berhasil menguasai kota-kota dan jalan raya. Serangan militer ini
merupakan suatu tantangan terang-terangan terhadap wewenang PBB
yang kemudian berakibat merugikan Belanda daripada Indonesia.
Amerika Serikat segera menghentikan bantuan pembangunan kembali
setelah perang kepada negeri Belanda. Di samping dunia internasional
yang memprotes tindakan Belanda tersebut, dua negara federal, yakni
Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan mengundurkan diri
sebagai bentuk protes terhadap Agresi Militer Belanda.
Dalam suasana genting pada hari itu juga dilakukan sidang
kabinet yang dihadiri juga oleh beberapa pembesar TNI. Sidang kabinet
tersebut mempertimbangkan dua kemungkinan, yakni:
1) Presiden dan wakil presiden/perdana menteri mengungsi ke luar
kota Yogyakarta, tetapi harus dikawal oleh satu batalyon
tentara. Ternyata tentara yang akan mengawal itu tidak ada
karena tentara yang ada di Yogyakarta sudah ke luar semua.
2) Tetap tinggal di kota dan membiarkan diri ditawan Belanda,
tetapi dekat dengan KTN. 16
Sidang memutuskan bahwa pimpinan negara serta para pejabat
pemerintah tetap tinggal di kota dan kepada Mr. Sjafrudin
Prawiranegara (Menteri Kemakmuran) yang waktu itu sedang bertugas
di di Sumatra, melalui radiogram diberikan mandat untuk memimpin
Pemerintah Darurat RI (PDRI) di Sumatra. Bahkan, jika Mr. Sjafruddin
tidak berhasil membentuk PDRI, kepada Mr. Maramis (Menteri
Keuangan) yang sedang berada di India, L.N. Palaar dan Dr. Sudarsono
diberi pula kuasa untuk membentuk Pemerintah Republik Indonesia di
India. Selanjutnya, di samping menyerang kota-kota yang masih berada
di tangan Republik, Belanda menangkap Sukarno, Mohamad Hatta, dan
sebagian besar anggota kabinet di Yogyakarta. Sukarno, Hatta dan
para pembesar RI lainnya diasingkan oleh Belanda ke Bangka yang
kemudian dipindah ke Brastagi dan yang terakhir ke Prapat.
Dalam kondisi tersebut, PDRI berhasil dibentuk walaupun
radiogram terlambat diterima. Di Sumatra, Mr Sjafruddin bersama
kawan-kawan memproklamirkan pemerintah darurat untuk melanjutkan
perjuangan. Menurut Sjafruddin, meskipun Sukarno, Hatta dan
beberapa menteri menjadi tahanan Belanda, mereka tidak lepas dari
ikatan-ikatan moral dengan pemerintah darurat yang memberikan
kekuatan untuk berbicara dengan Belanda. Di belakang PDRI terdapat
120