Page 179 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 179
dikurangi karena negara mengalami keuangan yang sulit untuk tidak
mendukungnya. Sebagai konsekuensi, pemerintah harus menyediakan
penampungan akibat rasionalisasi. Sedangkan, dalam pembentukan
APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) intinya diambil dari
TNI, sedangkan lainnya diambil dari kalangan bekas anggota Angkatan
Perang Belanda yang meliputi kurang lebih 33.000 orang dengan 30
orang perwira. Pembentukan APRIS sebagai salah satu keputusan KMB
dengan TNI sebagai intinya ternyata menimbulkan masalah psikologis.
Di satu pihak, TNI berkeberatan untuk bekerja sama dengan bekas
musuhnya, sebaliknya dari pihak KNIL menuntut untuk ditetapkan
sebagai aparat dari negara bagian serta menentang masuknya TNI ke
dalam negara bagian tersebut. Pertentangan ini menjadikan Indonesia
yang baru kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia pada
17 Agustus 1950 harus menghadapi gerakan-gerakan yang merupakan
bom-bom waktu peninggalan kolonialis Belanda dan gerakan-gerakan
lainnya yang merong-rong eksistensi NKRI.
2.1.8. Sebuah Refleksi Historis
Sejak tahun 1945 hingga 1949 berlangsung serangkaian
perundingan antara RI dan Belanda mengenai cara-cara yang harus
ditempuh untuk melaksanakan dekolonisasi. Hal ini tidak terlepas dari
keberatan-keberatan Belanda terhadap Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dalam hal ini Belanda tidak bersedia
mengakui RI dan berusaha memulihkan kembali kolonialisme
(rekolonialisme) terhadap Indonesia yang telah merdeka. Namun, sejak
akhir tahun 1945, pemerintah Belanda melepaskan sementara sikap
tersebut. Belanda menyetujui dekolonisasi, tetapi secara bertahap, dan
mengakui hak bangsa Indonesia untuk menentukan nasib sendiri.
Suatu realita, peristiwa sejarah tentang tindakan Belanda dalam
melakukan Agresi Belanda telah membangkitkan perhatian
internasional, dan Dewan Keamanan PBB pun akhirnya melakukan
intervensi. Konflik Indonesia – Belanda selanjutnya tidak lagi murni
persengketaan dua negara. Di bawah pengawasan internasional
perjanjian Renville diadakan. Oleh karena keterlibatan badan
internasional tersebut, Ide Anak Agung Gde Agung menyebut perjanjian
itu sebagai “titik balik hubungan Indonesia – Belanda”. Hubungan
selanjutnya akan merupakan proses perjalanan dari “peluru ke kotak
suara”. Hanya saja beberapa wilayah Republik, seperti Jawa Barat,
Madura, dan Sumatra Timur telah “ditelan” Belanda. Dan, TNI pun
harus mundur ke belakang “garis van Mook” – meninggalkan wilayah
167