Page 196 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 196
Pengayaan Materi Sejarah
3.3. Kabinet Jatuh Bangun
3.3.1. Kabinet Sebelum Pemilihan Umum 1955
Tidak lama setelah diresmikan pembentukan negara kesatuan,
Presiden Sukarno segera mengadakan perundingan dengan wakil-wakil
sebagian besar partai-partai politik untuk mendengarkan pendapat
mereka mengenai komposisi dan program kabinet. Tanggal 22 Agustus
1950 Presiden menunjuk Ketua Dewan Pimpinan Masyumi Mohammad
Natsir sebagai formatur karena Masyumi mempunyai jumlah kursi
terbanyak di Parlemen (50 dari 237). Pada awalnya Natsir mengalami
kesulitan dalam pembentukan kabinet, tetapi akhirnya ia berhasil
membentuk kabinet dengan petunjuk presiden.
Kabinet Natsir diumumkan tanggal 6 September 1950 dan esok
harinya, diambil sumpah. Kabinet tersebut merupakan kabinet koalisi
antara beberapa partai politik. Partai-partai politik yang ikut dalam
kabinet adalah Persatuan Indonesia Raya (PIR, 18 kursi), Partai Sosialis
Indonesia (PSI) pimpinan Syahrir (16 kursi), Fraksi Demokrat (11 kursi),
Partai Indonesia Raya (Parindra, 9 kursi), Partai Katolik (8 kursi), Partai
Sarekat Islam Indonesia (PSII, 5 kursi), dan Parkindo (4 kursi). Di samping
itu ada menteri-menteri nonpartai. Partai Nasional Indonesia (PNI) yang
mempunyai 41 kursi di DPR tidak diikutsertakan dalam pemerintahan
karena menolak duduk dalam kabinet setelah tuntutan-tuntutannya
tidak dipenuhi oleh formatur. Dengan demikian, PNI menjadi oposisi
utama bersama PKI dan partai-partai kiri lainnya (Wilopo, 1976: 21).
Ada dua partai yang tidak duduk dalam kabinet tetapi mengambil sikap
netral, yaitu Partai Buruh pimpinan S.M. Abidin dan Barisan Tani
Indonesia (BTI).
Setelah kabinet mengajukan program ke DPR, kabinet mendapat
serangan dari fihak oposisi. Menurut mereka, pembentukan kabinet
bertentangan dengan aturan parlementer. Pada bulan Desember 1950
di Parlemen diajukan mosi Hadikusumo (PNI) yang menuntut dicabutnya
Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 1950 dan pembekuan DPRD-
DPRD yang terbentuk berdasarkan PP tersebut. Mosi itu diterima, dan
diantara mereka yang menyetujui terdapat fraksi-fraksi pemerintah,
yaitu Fraksi PIR, Fraksi Parindra, dan Fraksi Parkindo.
Selain kesulitan-kesulitan tersebut, Natsir juga menghadapi
kesulitan dari partainya sendiri. Pada tanggal 20 Maret 1951 PIR yang
merupakan partai pendukung kabinet, menarik menterinya dari kabinet.
Oleh karena kejadian-kejadian tersebut, timbul krisis kabinet. Akhirnya
tanggal 21 Maret PM Natsir mengembalikan mandat kepada presiden.
184