Page 496 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 496
Pengayaan Materi Sejarah
sistematis. Pada sudut lain, hasil seminar tersebut dapat juga dipandang
sebagai bentuk formalisasi hasil-hasil diskusi antara para ekonom dan
Jenderal Angkatan Darat di Seskoad pada era sebelumnya.
Para ekonom ini kemudian berhasil menyusun Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) 1968, dan kemudian disyahkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). GBHN ini menjadi landasan
dasar diawalinya rangkaian pembangunan nasional jangka panjang
dengan sistem pentahapan Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Pelita
yang pertama sendiri mulai dilaksanakan pada tanggal 1 April 1969.
Inti dari kinerja para teknokrat ini adalah pertumbuhan ekonomi
dengan mengandalkan ekspor dan industrialisasi. Kebijakan ekonomi
para teknokrat ini amat berlawanan dengan orientasi ekonomi era
Soekarno. Bila kebijakan ekonomi Soekarno adalah Berdikari (Berdiri di
atas Kaki Sendiri): tidak menerima sama sekali investasi dari negara lain
dan perusahaan multinasional. Program ekonomi Presiden Seokarno
berkebalikan. Melalui Undang-undang Penanaman Modal No. 1/1969,
Orde Baru melakukan kebijakan liberalisasi ekonomi. Perusahaan
multinasional berbagai negara diundang menanamkan modalnya di
Indonesia—bahasan rinci tentang perusahaan multinasional akan
dibicarakan pada bagian H tulisan ini. Apa yang dituju melalui kebijakan
liberalisasi ekonomi atau penamanam modal asing ini ialah industri
subtitusi import. 51
Industri Subtitusi Import (ISI) adalah kebijakan ekonomi yang
berupaya agar import barang dan teknologi menjadi diproduksi di
dalam negeri. Misalnya, motor. Di tahun 1960-an, motor bebek Honda
dari diimport built-in mentah-mentah begitu rupa dari Jepang. Melalui
kebijakan Penanaman Modal 1969, perusahaan multinasional Honda
tidak boleh mengimport motor yang telah jadi. Bila Honda ingin
menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasarnya, ia harus mendirikan
cabang perusahaan dan pabrik motornya itu di Indonesia.
UU No. 1969 juga mengatur bahwa bila perusahaan
multinasional mendirikan cabangnya di Indonesia, maka cabangnya itu
haruslah berbentuk perusahaan joint ventura (perusahaan patungan
dengan pengusaha nasional). Dalam kasus sepeda motor Honda,
perusahaan itu akhirnya membangun perusahaan ―baru‖ yang bernama
PT. Astra Honda Motor yang memiliki pabrik di Sunter, Jakarta Utara.
Honda berpatungan dan bekerja sama dengan William Soerjadjaja—
484